Selasa, 19 Februari 2013

Kisah Wirausaha Sukses Jakob Oetama, Pendiri Surat Kabar Kompas Gramedia


Kisah inspirasi sukses mulia yang satu ini akan menambah ilmu berwirausaha anda bahwa ternyata dari berbagai macam bidang usaha yang berbeda bisa mencapai kesuksesannya. Tokoh pengusaha sukses kali ini yang diangkat dalam artikel berikut tidak hanya tokoh jurnalistik tapi kiprahnya di dunia wirausaha sangat memberi semangat bagi banyak pengusaha-pengusaha yang ada di Indonesia. Banyak sekali tokoh-tokoh jurnalistik telah mengilhami tulisannya baik itu di media cetak maupun media informasi lainnya. Beliau sangatlah tangguh, pekerja keras, ulet dan selalu bersemangat dalam setiap apa yang dilakukannya. Selanjutnya tidak perlu panjang lebar lagi, mari kita ikuti kisah perjalanan sukses beliau.

Kisah Sukses

Jakob Oetama
lahir di Borobudur, Magelang, 27 September 1931, dia merupakan wartawan dan salahsatu pendiri surat kabar Kompas. Jakob adalah putra seorang pensiunan guru di Sleman, Yogyakarta. Setelah lulus SMA (Seminari) di Yogyakarta, ia mengajar di SMP Mardiyuwana (Cipanas, Jawa Barat) dan SMP Van Lith Jakarta. Tahun 1955, ia menjadi redaktur mingguan Penabur di Jakarta. Jakob kemudian melanjutkan studinya di Perguruan Tinggi Publisistik Jakarta dan Fakultas Sosial Politik UGM Yogyakarta. Karir jurnalistik Jakob dimulai ketika menjadi redaktur Mingguan Penabur tahun 1956. Pada April 1961, Ojong mengajak Jakob membuat majalah baru bernama Intisari, isinya sari pati perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia. Majalah bulanan Intisari terbit pertama kali Agustus 1963.

Untuk menjalani hidup sebagai wartawan, Jakob bergaul akrab dengan kalangan wartawan seperti Adinegoro, Parada Harahap, Kamis Pari, Mochtar Lubis, dan Rosihan Anwar. "Dalam soal-soal jurnalistik, Ojong itu guru saya, selain Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar," katanya. Di mata Jakob, Ojong kuat di bidang humaniora dan kuat dalam prinsip nilai-nilai kemajuan. Mochtar Lubis sosok yang berani dan memegang teguh prinsip, sedang Rosihan Anwar kuat dalam persoalan humaniora. Majalah Intisari kemudian diperkuat oleh teman-teman Jakob-Ojong dari Yogyakarta seperti Swantoro dan J Adisubrata. Menyusul kemudian Indra Gunawan dan Kurnia Munaba.

Bersama P.K OJONG ,Jacob oetama pada tahun 1963 mendirikan majalah intisari.majalah ini berkiblat pada majalah reader’sdigest yang berasal dari amerika. selanjutnya kisah sukses intisari dilanjutkan dengan mendirikan sebuah Koran harian yang di beri nama KOMPAS.hal ini terjadi pada tahun 1965,dimana pada masa itu Indonesia sedang di sibukan oleh ancaman pemberontakan PKI.

Sejak awal 1960-an, Auwjong dan Jakob keduanya sama-sama menjadi pengurus Ikatan Sarjana Katolik Indonesia. Juga pernah sama-sama jadi guru dan punya minat besar pada sejarah. Seperti Star Weekly, Intisari melibatkan banyak ahli. Di antaranya ahli ekonomi Prof. Widjojo Nitisastro, penulis masalah-masalah ekonomi terkenal Drs. Sanjoto Sastromihardjo, atau sejarawan muda Nugroho Notosusanto. 

Saat itu, pergaulan Auwjong sudah sangat luas. Dia berteman baik dengan Goenawan Mohamad, Arief Budiman, Soe Hok Gie, dan Machfudi Mangkudilaga. Intisari terbit 17 Agustus 1963. Seperti Star Weekly, ia hitam-putih dan telanjang, tanpa kulit muka. Ukurannya 14 X 17,5 cm, dengan tebal 128 halaman. Logo "Intisari"-nya sama dengan logo rubrik senama yang diasuh Ojong di Star Weekly. Edisi perdana yang dicetak 10.000 eksemplar ternyata laris manis.

Saling membantu, berkantor sama, bahkan wartawannya pun merangkap. Setelah beberapa pengurus Yayasan Bentara Rakyat bertemu Bung Karno, beliau mengusulkan nama "Kompas". Pengurus yayasan - I.J. Kasimo (Ketua), Frans Seda (Wakil Ketua), F.C. Palaunsuka (Penulis I), Jakob Oetama (Penulis II), dan Auwjong Peng Koen (bendahara) - setuju. Mereka juga menyepakati sifat harian yang independen, menggali sumber berita sendiri, serta mengimbangi secara aktif pengaruh komunis, dengan tetap berpegang pada kebenaran, kecermatan sesuai profesi, dan moral pemberitaan. Sesuai sifat Auwjong yang selalu merencanakan segala sesuatunya dengan cermat, kelahiran Kompas disiapkan sematang mungkin.

Dari perkembangan kompas inilah,kemudian berdirilah kelompok usaha KOMPAS GRAMEDIA. gramedia adalah nama yang di gunakan untuk member label pada usaha toko buku.hingga kini kelompok kompas gramedia dibawah kendali Jacob oetama sudah melebarkan sayapnya di bebagai bidang usaha.termasuk diantaranya mengelola bisnis hotel serta sempat berkiprah didunia jurnalistik pertelevisian.

Dibawah kepemimpinan Jacob oetama telah terjadi metamorfosis pers dari pers yang sektarian menjadi media massa yang merefleksikan inclusive democracy. Pengalaman kerja di bidang jurnalisme dimulai dari editor majalah Penabur, Ketua Editor majalah bulanan Intisari, Ketua Editor harian Kompas, Pemimpin Umum/Redaksi Kompas, dan Presiden Direktur Kelompok Kompas-Gramedia. Sejumlah karya tulis Jacob Oetama, antara lain, Kedudukan dan Fungsi Pers dalam Sistem Demokrasi Terpimpin, yang merupakan skripsi di Fisipol UGM tahun 1962, Dunia Usaha dan Etika Bisnis (Penerbit Buku Kompas, 2001), serta Berpikir Ulang tentang Keindonesiaan (Penerbit Buku Kompas, 2002).


Jacob juga berkiprah dalam berbagai organisasi dalam maupun luar negeri. Beberapa diantaranya pernah menjadi Sekretaris Jenderal Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Anggota DPR Utusan Golongan Pers, Pendiri dan Anggota Dewan Kantor Berita Nasional Indonesia, Anggota Dewan Penasihat PWI, Anggota Dewan Federation Internationale Des Editeurs De Journaux (FIEJ), Anggota Asosiasi International Alumni Pusat Timur Barat Honolulu, Hawai.

Jakob Oetama adalah penerima doktor honoris causa ke- 18-yang dianugerahkan UGM setelah sebelumnya gelar yang sama dianugerahkan UGM kepada Kepala Negara Brunei Darussalam Sultan Hassanal Bolkiah. Promotor Prof Dr Moeljarto Tjokrowinoto dalam penilaiannya menyatakan, jasa dan karya Jakob Oetama dalam bidang jurnalisme pada hakikatnya merefleksikan jasa dan karyanya yang luar biasa dalam bidang kemasyarakatan dan kebudayaan. 

Ia juga telah memberikan pengaruh tertentu kepada kehidupan pers di Indonesia. Dalam pertimbangannya, UGM menilai Jacob Oetama sejak tahun 1965 berhasil mengembangkan wawasan dan karya jurnalisme bernuansa sejuk, yaitu "kultur jurnalisme yang khas", wawasan jurnalistik yang berlandaskan filsafat politik tertentu. Kultur jurnalisme itu telah menjadi referensi bagi kehidupan jurnalisme di Indonesia.

Salam Sukses!
follow twitter saya ya @inspirasi_mulia

Senin, 18 Februari 2013

Kisah Sukses Ibu Mutiara Djokosoetono, Pendiri Taksi Blue Bird Group


Kisah inspirasi sukses di Indonesia yang diangkat pada artikel berikut ini ialah sejarah berdirinya perusahaan taksi yang mempunyai lambang burung berwarna biru tua. Bagi warga indonesia sudah pasti mengenal Taksi Blue Bird, yang merupakan salah jenis kendaraan yang paling banyak digunakan oleh masyarakat di ibukota Jakarta. Ya taksi yang dimiliki grup ini sudah membanjiri ruas-ruas jalan di kota besar yang ada di Indonesia. Sebut saja kota yang dipadati dengan taksi ini, mulai dari Jakarta, Bali, Bandung, hingga Lombok. 

Siapa sangka usaha yang berawal dari menjajakan bisnis taksi gelap sekarang berubah menjadi market leader di perbisnisan Indonesia, terutama dibidang transportasi. perjuangan wanita ini boleh dikatakan super hebat dalam merintis usaha. Gambaran hidupnya dalam membawa nama Blue Bird agar menjadi nomor satu penuh dengan halangan dan rintangan. Wanita inipun tidak segan-segan melawan unek-unek yang menerpa pilar usahanya. Saat ini kelompok usaha yang akrab didengar dengan Group Blue Bird ini mempunyai lebih dari puluhan anak perusahaan.

Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono

Pendiri Taksi Blue Bird adalah seorang perempuan pejuang dari Malang bernama Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono yang dilahirkan di Malang pada 17 Oktober 1921. Berasal dari keluarga berada, namun pada usia 5 tahun keluarganya bangkrut. Kehidupan berubah drastis. Dari seorang gadis cilik yang dikelilingi fasilitas hidup naik kemudian menjadi miskin. ia kemudian meniti bangku sekolah dalam kesederhanaan luar biasa. Banyak hal yang mencirikan kesederhanaan hidup Bu Djoko semasa kecil. Makanan yang tak pernah cukup, pakaian seadanya, tak pernah ada uang jajan. 

Hidup betul-betul bertumpu pada kekuatan untuk tabah. Menginjak remaja ketegaran semakin terasah. Ia bertekad memperkaya diri dengan ilmu dan kepintaran. Di saat yang sulit itu ia berusaha merengkuh bahagia diantaranya banyak membaca kisah-kisah inspiratif yang diperoleh dengan meminjam. Salah satu kisah legendaris yang selalu menghiburnya adalah "Kisah Burung Biru" atau "The Bird Happiness". Kisah tersebut dilahap berkali-kali dan selalu membakar semangatnya, penabur inspirasi dan pemacu cita-citanya.

Bu Djoko remaja menyelesaikan pendidikan HBS di tahun 30-an dan kemudian lulus Sekolah Guru Belanda atau Europese Kweekschool. Dengan tekad yang kuat ia meninggalkan kampung halaman untuk merantau ke Jakarta. Dan berhasil masuk Fakultas Hukum Universitas Indonesia dengan menumpang di rumah pamannya di Menteng. Kemudian jalan hidup membawa berkenalan dengan Djokosoetono, dosen yang mengajarnya, yang juga pendiri serta Guberbur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian. Laki-laki itulah yang menikahinya selagi Bu Dkoko masih kuliah. Hingga dikaruniai 3 anak yaitu Chandra Suharto, Mintarsih Lestiani, dan Purnomo Prawiro. Sepanjang dasawarsa 50-an, Bu Djoko bersama keluarga melewatkan kehidupan yang sangat sederhana. Setelah lulus dari FHUI tahun 1952 dan langsung bekerja sebagai dosen di FHUI dan PTIK. 

Mereka kemudian menempati rumah dinas atas pekerjaan suaminya di jalan HOS Cokroaminoto Nomor 107, Menteng. Mereka dikepung oleh lingkungan yang mewah dan orang-orang dengan kemapanan materi di atas rata-rata. Sementara keluarga Djokosoetono praktis hanya memiliki uang kebutuhan berjalan. Untuk menambah penghasilan keluarga, Bu Djoko berjualan batik door to door. Tak ada gengsi, tak ada malu, tak ada rasa takut direndahkan oleh sesama isteri pejabat tinggi. Semuanya dilakukan murni sebagai kepedulian isteri untuk membantu suami mencari nafkah.

Namun penjualan batik yang sempat sukses kemudian menurun. Hingga Bu Djoko beralih kemudi berusaha telur di depan rumahnya. Realita berjualan telur menjadi pilihan bisnis yang brilian masa itu. Saat itu telur belum sepopuler sekarang. Masih dianggap bahan makanan ekslusif yang hanya dikonsumsi orang-orang menengah ke atas. Dengan lincah Bu Djoko mencari pemasok telur terbaik di Kebumen. 

Perlahan-lahan usaha telur Bu Djoko dan keluarga terus meningkat. Kegembiraan akan keberhasilan usaha menjadi berkabut lantaran kesedihan memikirkan sakit Pak Djoko meski pemerintah memberikan bantuan penuh untuk biaya perawatan Pak Djoko. Meski demikian, penyakit Pak Djoko tak kunjung sembuh, sampai akhirnya pada tanggal 6 September 1965 beliau wafat. Tak berapa lama setelah kepergian Pak Djoko, PTIK dan PTHM memberi kabar yang cukup menghibur keluarga. Mereka mendapatkan dua buah mobil bekas, sedan Opel dan Mercedes. Disinilah embrio lahirnya Taksi Blue Bird.

Pada suatu malam, Bu Djoko mulai merancang gagasan bagi operasional taksi yang dimulai dengan dua buah sedan pemberian yang dimiliki. Ia mengkhayalkan taksinya menjadi angkutan yang dicintai penumpangnya. Apa sih bisnis taksi itu ? Tentu ia mendambakan keamanan dan kepastian. Apa jantung dari usaha itu ? Pelayanan, tidak lebih. Lalu bagaimana agar bisnis itu tidak hanya sukses melayani penumpang tapi juga sukses mendulang keuntungan? Buat manajemen yang rapi. 

Dalam wacana yang sangat sederhana, Bu Djoko menyusun konsep untuk menjalankan usaha taksinya. Setelah memikirkan mobil dan cara mengelola, ia memikirkan pengemudi. Bagaimana menciptakan aturan main kerja sehingga pengemudi merasakan cinta saat bertugas? Bu Djoko dengan cepat menjawab pertanyaannya sendiri. Ia memperlakukan mereka seperti anak-anaknya sendiri. Pengemudi itu akan dididik dengan baik, dibina, dirangkul untuk sama-sama berkembang. Setelah puas menuangkan tentang hal-hal yang ia kerjakan, Bu Djoko tertidur dengan perasaan bahagia.

Inilah fase yang penting dalam sejarah kelahiran Blue Bird. Yakni ketika Bu Djoko menatap memulai bisnis taksi dalam rancangan idealisme yang ia buat. Walau bermodal dua mobil saja, tapi visinya sudah jauh ke depan. Dibantu ketiga anak dan menantu maka dimulailah usaha taksi gelap Bu Djoko. Uniknya usaha taksi terebut menggunakan penentuan tarif sistem meter yang kala itu belum ada di Jakarta. Untuk order taksi, ia menggunakan nomor telefon rumahnya. Karena Chandra ditugaskan menerima telepon dari pelanggan maka orang-orang menamakan taksi itu sebagai Taksi Chandra. 

Taksi Chandra yang hanya dua sedan itu kemudian melesat popular di lingkungan Menteng karena pelayanan yang luar biasa. Order muncul tanpa henti. Dari hasil keuntungan saat itu, BU Djoko bisa membeli mobil lagi. Kombinasi antara Bu Djoko yang berdisiplin tinggi dan penuh passion dalam menjalankan usahanya berpadu harmonis dengan pembawaan Chandra yang cermat dan tenang. Semua problem dalam menjalani usaha taksi dibawa dalam rapat keluarga untuk dicari solusinya.

Permintaan akan Taksi Chandra terus mengalir. Usaha yang semula ditujukan untuk menjaga kestabilan ekonomi keluarga, kemudian berkembang menjadi bisnis yang amat serius. Beberapa mobil yang telah dimiliki dirasa kurang mencukupi. Titik layanan kian melebar, tak hanya di daerah Menteng, tebet, Kabayoran Baru dan wilayah-wilayah di Jakarta Pusat, tapi juga sampai ke Jakarta Timur, Barat dan Utara. Di era akhir dlamiah keluarga Bu Djoko tengah mempersiapkan asawarsa 60-an secara alamiah memasuki babak baru yang sangat penting. Sebuah fase dimana kehidupan berbisnis tidak lagi sekedar “aktivitas keluarga” untuk emnambah rezeki. Pada tahun-tahun menjelang 1970 relaita membuktikan bahwa mereka mampu memebsarkan armada dan mendulang keuntungan yang signifikan. Mereka bisa menambah jumlah mobil sendiri lebih dari 60 buah.


Memasuki dasawarsa 70-an, sebuah kabar gembira berkumandang. Ali Sadikin, Gubernur DKI Jakarta saat itu mengumumkan Jakarta akan memberlakukan izin resmi bagi operasional taksi. Didasari kenyataan bahwa masyarakat Jakarta sangat membutuhkan taksi. Peluang ini direspons dengan insting luar biasa dari Bu Djoko. Maka memasuki tahun 1971, dengan spirit penuh ia segera berangkat ke DLLAJR untuk mendapatkan surat izin operasional. Namun anti klimaks dari harapan, Bu Djoko selalu ditolak karena alasan bisnis dia masih kecil. Memang saat itu yang mendaptkan izin adalah perusahaan-perusahaan yang pernah menjalankan bisnis angkutan besar. 

Namun Bu Djoko sosok yang tak kenal putus asa. Tak terhitung jumlahnya berapa kali dia selalu mengalami penolakan. Hingga terbersit ide brilian untuk mengumpulkan isteri janda pahlawan yang telah menitipkan mobil mereka untuk dikelola sebagai taksi. Diajaknyaa para janda pahlawan untuk bersama-sama menyerukan petisi kemampuan perempuan dalam meimpin usaha. Mereka mendatangi kantor gebernur dan menghadap langsung Ali Sadikin. Menghadapi orasi Bu Djoko, Ali Sadikin tersentuh dan menetapkan agar Bu Djoko diberikan izin usaha untuk mengoperasikan taksi. Sungguh sebuah pencapaian menggembirakan dari kesabaran bolak-balik melobi DLLAJR, walau akhirnya harus melalui pertemuan dengan Gubernur.

Bu Djoko tidak berminat bergabung. Ia lebih berpikir untuk mencari jalan bagi kemandirian bisnisnya. Tak ada jalan lain untuk menghubungi Bank. Yang terjadi kemudiana dalah sentuhan invicible hand yang bekerja dalam memudahkan Bu Djoko mendapat pinjaman Bank. Mantan murid suaminya dengan cepat membantu memuluskan proses di Bank dan pinjaman pun mengalir.Bagi Bu Djoko suatu yang sangat luar biasa. Di atas kertas sulit mendapatkan dana yang mencukupi untuk membeli 100 mobil. 

Tapi saat itu dia bisa! Di tahun itu pula Bu Djoko dan anak-anaknya bersiap mencari nama dan logo taksi. Taksi Chandra tetap dijalankan sebagai taksi per jam atau hourly. Sementara taksi baru di bawah PT Sewindu Taxi segera disiapkan namanya. Ide lagi-lagi datang dari Bu Djoko, hingga diberilah nama taksi Blue Bird. Dengan logo sederhana berupa siluet burung berwarna biru tua yang sedang melesat, hasil karya pematung Hartono. Logo itu seperti pencapaian yang membuktikan bahwa ia mampu menghidupkan cita-cita yang diteladankan kisah The Bird of Happiness.

Pada tanggal 1 Mei 1972, jalan-jalan di Jakarta mulai diwarnai taksi-taksi berwarna biru dengan logo burung yang tengah melesat. Taksi itu mencerminkan semangat jerih dan idealisme yang dikobarkan Bu Djoko. Bersama tim di PT. Sewindu Taxi, Ournomo pun mantap menjalankan tugas operasional perusahaan. Bisa dikatakan tahun-tahun 70-an merupakan masa penggodokan idealisme Blue Bird. Dalam kesederhanaan Bu Djoko memimpin perjalanan besar membawa Blue Bird siap mengarungi zaman. Dia menanamkan kepada awak angkutan bagaimana menumbuhkan sense of belonging yang tinggi terhadap Blue Bird dengan menjadi "serdadu-serdadu" tangguh dan penuh pengorbanan. 

Mereka menikmati masa-masa sangat bersahaja dimana teknologi sama sekali belum menyentuh Blue Bird. Di paruh kedua dasawarsa 70-an, kekuatan armada Blue Bird telah bertambah menjadi sekitar 200 lebih taksi. Pengelolaan yang sangat rapid an manajemen keluarga yangs ehat memungkinkan PT. Sewindu Taxi yang menaungi Blue Bird menambah armadanya. Mobil-mobil tersebut ditempatkan di dua pool yanga da, di jalan Garuda, Kemayoran dan di jalan Mampang Prapatan. Purnomo dipercaya untuk memimpin Blue Bird sebagai ditektur operasional, setelah sang kakak Chandra fokus di PTIK.

Pada tahun 1985, 13 tahun setelah Blue Bird lahir, armada bertambah gemuk, hamper mencapai 2.000 taksi. Keyakinan BU Djoko bahwa masyarakat perlahan tapi pasti akan mantap memilih Blue Bird dengan kualitas layanan proma dan sistem agrometer yang terpercaya akan terbentuk. Dan benar! Saat itulah muncul banyak taksi-taksi tanpa meteran. Ketika masyarakat memilih taksi meteran yang layak, pilihan jatuh pada Blue Bird yang telah mantap menjalankan sistem agrometer selama belasan tahun. 

Memasuki paruh kedua dasawarsa 80-an bisa dibilang Blue Bird terus memantapkan diri. Apresiasi masyarakat terbentuk, citra Blue Bird sebagai taksi ternyaman, teraman, dengan pengemudi yang santun telah dikenal luas dan menjadi suatu keyakinan yang mengakar. Inilah masa dimana operator Blue Bird sibuk melayani permintaan konsumen yang membeludak. Jumlah taksi terus bertambah mendekati 3.000 unit. Order terus meningkat. Blue Bird tak pelak menjadi pilihan para pemilik gedung-gedung seabagai taksi resmi di tempat mereka. Blue Bird berkibar di banyak titik penting di Jakarta.

Kemajuan demi kemajuan tak terbendung lagi di tubuh Blue Bird. Manajemen yang rapi, idelisme yang dijaga ketat, pengaturan finansial yang sangat matang dan strategi ekspansi yang arif, membuat langkah kemajuan Blue Bird begitu tertata dan sangat cantik. Perpaduan antara kekuatan karisma Bu Djoko, agresivitas dan kreativitas Purnomo, serta ketenangan strategi Chandra membuat Blue Bird di era 90-an menunjukkan perkembangan yang sehat. Faktor yang mempengaruhi kemajuan Blue Bird di era ini, tak pelak adalah kemajuan persepsi masyarakat. Sungguh tepat prediksi Bu Djoko tentang perusahaan taksi masa depan. Bahwa kelak di kemudian ahri, masyarakat akan mencari, membutuhkan, dan fanatic pada taksi yang teruji kualitas pelayanannya, aman, prima dan nayaman. Argometer yang dulu ajdi momok dan dianggap sebagai “mimpi di siang bolong” ternyata tak terbukti. Justru argometer yang dipakai Blue Bird menjadi standar paling fair yang dicari penumpang.

Inilah catatan penting dari perjuangan Bu Djoko dalam membidik sukses masa depan: kesabaran, teguh dalam prinsip, kepemimpinan yang tegas dan bijaksana serta profesionalisme. Setelah perjauangan berat di era 70-an dan 80-an, maka era 90-an memberikan Blue Bird Group manis buah yang manis. Perkembangan asset adalah hal yang paling menonjol jika membicarakan kemajuan Blue Bird di era 90-an. Jumlah taksi sebelum krismon mencapai hampir 5.000 mobil. Jumlah pool terus bertambah. Blue Bird pun berkembang di sejumlah Provinsi. Generasi 90-an akhirnya ikut merasakan bagaimana tegak di tengah kepungan terror pihak yang tak suka akan kehadiran Blue Bird. Sebuah inovasi baru juga dilakukan Blue Bird Group melalui peluncuran Silver Bird, executive taxi pada tahun 1993.

Di negara-negara lain tidak ada yang namanya executive taxi. Yang beredar adalah general taxi dengan batas tarif yang telah ditentukan pemerintah. Ide diawali oleh diadakannya KTT Non Blok yang digelar di Indonesia tahun 1992. Saat itu pemerintah menyediakan fasilitas mobil mewah untuk kebutuhan mobilitas semua peserta KK, yakni 320 sedan Nissan Cedric. Pemerintah akhirnya menunjuk Blue Bird menyediakan 320 pengemudi andal dan berpengalaman. Usai KTT, ratusan sedan mewah tersebut menganggur. Saat itu lahirlah pemikiran untuk menciptakan satu produk baru berupa taksi kelas eksekutif yang lebih mewah. Akhirnya Blue Bird membeli 240 dari 320 sedan mewah eks KTT dan menjadikannya sebagai Silver Bird.

Tanggal 1 Mei 1997, Blue Bird juga meresmikan kelahiran Pusaka Group yang diniatkan menjadi generasi yang lebih segar dan dinamis dari armada taksi yang sudah ada. Hadirnya Pusaka Group yang menggulirkan taksi Cendrawasih dan Pusaka Nuri pada awalnya merupakan cita-cita Blue Bird untuk melahirkan generasi baru Blue Bird yang lebih modern. Sebagai perusahaan konservatif, Blue Bird sangat berhati-hati meluncurkan bisnis baru yang belum bisa dijamin nasib masa depannya. Maka mantaplah kemudian dilahirkan Pusaka Group sebagai anak perusahaan yang lebih dinamis, tidak konservatif, agresif bergerak di daerah dan dikelola murni oleh keluarga Bu Djoko. Pusaka Group ternyata menunjukkan keberhasilannya. Selanjutnya didirikan Golden Bird yang beroperasi di Bali. Diikuti daerah-daerah lain seperti Surabaya, Bandung, Manado, Medan, Palembang, dan Lombok.

Di dasawarsa 90-an kesehatan Bu Djoko merosot akibat serangan kanker paru-paru. Sosoknya bersemangat tak merasa tersudutkan oleh penyakitnya. Sambil terus memimpin perusahaannya, Bu Djoko menyediakan banyak waktu, perhatian dan tenaga untuk menyembuhkan penyakitnya. Tapi kanker paru-paru yang ddideritanya terlalu buas untuk tubuhnya yang semakin menua. Pada tanggal 10 Juni tahun 2000 ia menutup mata di RS Medistra. Sang Burung Biru itu telah pergi.

Tapi ia meninggalkan sesuatu yang tak pernah terhapus waktu. Semangat murninya tidak hanya tersimpan di ahti anak-anak dan cucunya, tapi juga mengalir di segenap batin puluhan ribu karyawannya, mengudara di gedung-gedung dan pool Blue Bird dan melesat bersma taksi-taksi Blue Bird yang melintas di jalan-jalan. Blue Bird di era Millenium bagaikan burung yang terbang tinggi, melebarkan kepak sayapnya dan merambah cakrawala luas. Kehadiran para cucu, emningkatnya pengalaman Chandra dan Purnomo dan semangkin tingginya jam terbang karyawan membuat perusahaan ini terbaik di bidangnya. Pada dasawarsa keempat Blue Bird berjuang melintasi era teknologi canggih dan berusaha luwes.


Perusahaan ini telah berkembang sedemikian rupa seperti benih yang menumbuhkan batang kuat dan menghasilkan rimbun dedaunan dengan dahan yang terus bertambah banyak. Dari awal bergulirnya dengan 25 kekuatan taksi, kini Blue Bird telah memiliki lebih dari 20.000 unit armada. Kini ada 30.000 karyawan yang berkarya di kantor pusat dan cabang. Tak kurang 9 juta penumpang dalam sebulan terangkut oleh armada Blue Bird di sejumlah kota di Indonesia. Jumlah pool telah mencapai 28 titik. Armada juga terus diremajakan. Beberapa kali mengganti kendaraan dengan yang baru. Armada Silver Bird yang semula menggunakan sedan Nissan Cedric kemudian diganti dengan Mercedes di tahun 2006. Sebuah terobosan luar biasa yang mencengangkan.

Salam Sukses!
follow twitter saya ya @inspirasi_mulia

Sabtu, 16 Februari 2013

Kisah Sukses Soichiro Honda, Montir tangguh yang menjadi bos industri mobil Jepang


Pernakah Anda tahu, sang pendiri "kerajaan" Honda - Soichiro Honda – sebelum sukses diraihnya ia banyak mengalami kegagalan? Ia juga tidak menyandang gelar insinyur, lebih-lebih Profesor seperti halnya B.J. Habibie, mantan Presiden RI. Ia bukan siswa yang memiliki otak cemerlang. Di kelas, duduknya tidak pernah di depan, selalu menjauh dari pandangan guru. "Nilaiku jelek di sekolah. Tapi saya tidak bersedih, karena dunia saya disekitar mesin, motor dan sepeda," tutur tokoh ini, yang meninggal pada usia 84 tahun, setelah dirawat di RS Juntendo, Tokyo, akibat mengindap lever.

Soichiro Honda lahir tanggal 17 November 1906 di Iwatagun (kini Tenrryu City) yang terpencil di Shizuoka prefecture. Daerah Chubu di antara Tokyo, Kyoto, dan Nara di Pulau Honshu yang awalnya penuh tanaman teh yang rapi, yang disela-selanya ditanami arbei yang lezat. Namun kini daerah kelahiran Honda sudah ditelan Hamamatsu yaitu kota terbesar di provinsi itu.

Ayahnya bernama Gihei Honda seorang tukang besi yang beralih menjadi pengusaha bengkel sepeda, sedangkan ibunya bernama Mika, Soichiro anak sulung dari sembilan bersaudara, namun hanya empat yang berhasil mencapai umur dewasa. Yang lain meninggal semasa kanak-kanak akibat kekurangan obat dan juga akibat lingkungan yang kumuh.

Walaupun Gihei Honda miskin, namun ia suka pembaharuan. Ketika muncul pipa sigaret modal Barat, ia tidak ragu-ragu mengganti pipa cigaret tradisionalnya yang bengkok, tidak peduli para tetangganya menganggapnya aneh. Rupanya sifat itu dan juga keterampilannya menangani mesin menurun pada anak sulungnya.

Sebelum masuk sekolah pun Soichiro sudah senang, membantu ayahnya di bengkel besi. Ia juga sangat terpesona melihat dan mendengar dengum mesin penggiling padi yang terletak beberapa kilometer dari desanya.

Di sekolah prestasinya rendah. Honda mengaku ulangan-ulangannya buruk. Ia tidak suka membaca, sedangkan mengarang dirasakannya sangat sulit. Tidak jarang ia bolos. “Sampai sekarang pun saya lebih efisien belajar dari TV daripada dari membaca. Kalau saya membaca, tidak ada yang menempel di otak,” katanya.

Ketika sudah kelas lima dan enam, bakat Soichiro tampak menonjol di bidang sains. Walaupun saat itu baru belasan tahun, namun dalam kelas-kelas sains di Jepang sudah dimunculkan benda-benda seperti baterai, timbangan, tabung reaksi dan mesin. Dengan mudah Soichiro menangkap keterangan guru dan dengan mudah ia menjawab pertanyaan guru.

Beberapa waktu sebelum itu, untuk pertama kalinya Soichiro melihat mobil. “Ketika itu saya lupa segalanya. Saya kejar mobil itu dan berhasil bergayut sebentar di belakangnya. Ketika mobil itu berhenti, pelumas menetes ke tanah. Saya cium tanah yang dibasahinya. Barangkali kelakuan saya persis seperti anjing. Lalu pelumas itu saya usapkan ke tangan dan lengan. Mungkin pada saat itulah di dalam hati saya timbul keinginan untuk kelak membuat mobil sendiri. Sejak saat itu kadang-kadang ada mobil datang ke kampung kami. Setiap kali mendengar deru mobil, saya berlari ke jalan, tidak peduli pada saat itu saya sedang menggendong adik.”

Soichiro hanya mengalami duduk di bangku sekolah selama sepuluh tahun. Sesudah lulus SD, anak nakal itu dikirim ke sekolah menengah pertama di Futumata yang tidak jauh dari kediamannya. Lulus dari sekolah menengah itu ia pulang ke rumah ayahnya. Gihei Honda sudah beralih dari pandai besi menjadi pengusaha bengkel sepeda. Gihei Honda memiliki majalah The World of Wheels yang dibaca Soichiro dengan penuh minat

Kecintaannya kepada mesin, mungkin 'warisan' dari ayahnya yang membuka bengkel reparasi pertanian, di dusun Kamyo, distrik Shizuko, Jepang Tengah, tempat kelahiran Soichiro Honda. Di bengkel, ayahnya memberi cathut (kakak tua) untuk mencabut paku. Ia juga sering bermain di tempat penggilingan padi melihat mesin diesel yang menjadi motor penggeraknya.


Di usia 8 tahun, ia mengayuh sepeda sejauh 10 mil, hanya ingin menyaksikan pesawat terbang. Ternyata, minatnya pada mesin, tidak sia-sia. Ketika usianya 12 tahun, Honda berhasil menciptakan sebuah sepeda pancal dengan model rem kaki. Tapi, benaknya tidak bermimpi menjadi usahawan otomotif. Ia sadar berasal dari keluarga miskin. Apalagi fisiknya lemah, tidak tampan, sehingga membuatnya rendah diri. Di usia 15 tahun, Honda hijrah ke Jepang, bekerja Hart Shokai Company. Bosnya, Saka Kibara, sangat senang melihat cara kerjanya. Honda teliti dan cekatan dalam soal mesin. Setiap suara yang mencurigakan, setiap oli yang bocor, tidak luput dari perhatiannya. Enam tahun bekerja disitu, menambah wawasannya tentang permesinan. Akhirnya, pada usia 21 tahun, bosnya mengusulkan membuka suatu kantor cabang di Hamamatsu. Tawaran ini tidak ditampiknya.

Di Hamamatsu prestasi kerjanya tetap membaik. Ia selalu menerima reparasi yang ditolak oleh bengkel lain. Kerjanya pun cepat memperbaiki mobil pelanggan sehingga berjalan kembali. Karena itu, jam kerjanya larut malam, dan terkadang sampai subuh. Otak jeniusnya tetap kreatif. Pada zaman itu, jari-jari mobil terbuat dari kayu, hingga tidak baik meredam goncangan. Ia punya gagasan untuk menggantikan ruji-ruji itu dengan logam. Hasilnya luarbiasa. Ruji-ruji logamnya laku keras, dan diekspor ke seluruh dunia. Di usia 30, Honda menandatangani patennya yang pertama.

Setelah menciptakan ruji, Honda ingin melepaskan diri dari bosnya, membuat usaha bengkel sendiri. Ia mulai berpikir, spesialis apa yang dipilih? Otaknya tertuju kepada pembuatan Ring Pinston, yang dihasilkan oleh bengkelnya sendiri pada tahun 1938. Sayang, karyanya itu ditolak oleh Toyota, karena dianggap tidak memenuhi standar. Ring buatannya tidak lentur, dan tidak laku dijual. Ia ingat reaksi teman-temannya terhadap kegagalan itu. Mereka menyesalkan dirinya keluar dari bengkel.

Karena kegagalan itu, Honda jatuh sakit cukup serius. Dua bulan kemudian, kesehatannya pulih kembali. Ia kembali memimpin bengkelnya. Tapi, soal Ring Pinston itu, belum juga ada solusinya. Demi mencari jawaban, ia kuliah lagi untuk menambah pengetahuannya tentang mesin. Siang hari, setelah pulang kuliah - pagi hari, ia langsung ke bengkel, mempraktekan

pengetahuan yang baru diperoleh. Setelah dua tahun menjadi mahasiswa, ia akhirnya dikeluarkan karena jarang mengikuti kuliah. "Saya merasa sekarat, karena ketika lapar tidak diberi makan, melainkan dijejali penjelasan bertele-tele tentang hukum makanan dan pengaruhnya," ujar Honda, yang gandrung balap mobil. Kepada Rektornya, ia jelaskan maksudnya kuliah bukan mencari ijasah. Melainkan pengetahuan. Penjelasan ini justru dianggap penghinaan.

Berkat kerja kerasnya, desain Ring Pinston-nya diterima. Pihak Toyota memberikan kontrak, sehingga Honda berniat mendirikan pabrik. Eh malangnya, niatan itu kandas. Jepang, karena siap perang, tidak memberikan dana. Ia pun tidak kehabisan akal mengumpulkan modal dari sekelompok orang untuk mendirikan pabrik. Lagi-lagi musibah datang. Setelah perang meletus, pabriknya terbakar dua kali. Namun, Honda tidak patah semangat.

Ia bergegas mengumpulkan karyawannya. Mereka diperintahkan mengambil sisa kaleng bensol yang dibuang oleh kapal Amerika Serikat, digunakan sebagai bahan mendirikan pabrik. Tanpa diduga, gempa bumi meletus menghancurkan pabriknya, sehingga diputuskan menjual pabrik Ring Pinstonnya ke Toyota. Setelah itu, Honda mencoba beberapa usaha lain. Sayang semuanya gagal. Akhirnya, tahun 1947, setelah perang Jepang kekurangan bensin.

Di sini kondisi ekonomi Jepang porak-poranda. Sampai-sampai Honda tidak dapat menjual mobilnya untuk membeli makanan bagi keluarganya. Dalam keadaan terdesak, ia memasang motor kecil pada sepeda. Siapa sangka, "sepeda motor" – cikal bakal lahirnya mobil Honda - itu diminati oleh para tetangga. Mereka berbondong-bondong memesan, sehingga Honda kehabisan stok. Disinilah, Honda kembali mendirikan pabrik motor. Sejak itu, kesuksesan tak pernah lepas dari tangannya. Motor Honda berikut mobinya, menjadi "raja" jalanan dunia, termasuk Indonesia.

Bagi Honda, janganlah melihat keberhasilan dalam menggeluti industri otomotif. Tapi lihatlah kegagalan-kegagalan yang dialaminya. "Orang melihat kesuksesan saya hanya satu persen. Tapi, mereka tidak melihat 99% kegagalan saya", tuturnya. Ia memberikan petuah ketika Anda mengalami kegagalan, yaitu mulailah bermimpi, mimpikanlah mimpi baru. Kisah Honda ini, adalah contoh bahwa Suskes itu bisa diraih seseorang dengan modal seadanya, tidak pintar di sekolah, ataupun berasal dari keluarga miskin.


5 Resep keberhasilan Honda :

* Selalu berambisi dan berjiwa muda.
* Hargailah teori yang sehat, temukan gagasan baru, khususkan waktu memperbaiki produksi.
* Senangi pekerjaan Anda dan usahakan buat kondisi kerja senyaman mungkin.
* Carilah irama kerja yang lancar dan harmonis.
* Selalu ingat pentingnya penelitian dan kerja sama.

Trial and error Untuk meraih kesuksesan, Anda perlu melakukan trial and error. Hal ini merupakan salah satu tolok ukur untuk menggapai kesuksesan. Tinggal sejauh mana kita mau dan berani mencoba kembali kegagalan itu. Sebelum mencoba lagi, pikirkan masak-masak langkah yang akan ditempuh. Kalau pun terjadi kesalahan kembali, jangan ragu-ragu melakukan perbaikan dan terus mencoba sampai Anda berhasil mengatasinya. Kunci utama trial and error adalah kerja keras dan tetap semangat.

"Orang melihat kesuksesan saya hanya satu persen. Tapi, mereka tidak melihat 99% kegagalan saya", Soichiro Honda

Nah dengan demikian, Anda telah berdamai dengan kegagalan. Sehingga kegagalan bukan lagi momok yang menakutkan. Melainkan sesuatu yang harus dihadapi dan dilawan agar kegagalan itu tidak menggerogoti hidup Anda. 

Semoga Sukses…..!
follow twitter saya ya @inspirasi_mulia

Jumat, 15 Februari 2013

Kisah Sukses Basrizal Koto si Anak Rantau, Jadi Pengusaha Sukses dengan Modal Ijazah SD



Basrizal Koto (lahir di Pariaman, Sumatera Barat pada tahun 1959) adalah pengusaha sukses dari Sumatera Barat, Indonesia. Basrizal atau yang biasa disebut Basko sukses berbisnis di banyak bidang, seperti: media, percetakan, pertambangan, peternakan, perhotelan properti, dan lain-lain.

Kemiskinan tidak boleh dinikmati tapi dia harus dilawan. Itulah ungkapan kekuatan tekad H Basrizal Koto yang kini menjadi pengusaha sukses di Riau untuk keluar dari kemiskinan yang menimpa diri dan keluarganya di masa lalu. Dia juga tak pernah menyalahkan siapa-siapa mengapa jadi miskin, karena hal itu tidak jalan keluar.Usaha untuk sukses itu bukan jalan yang mudah dan terjadi dalam satu malam. Di mana lelaki kelahiran Kampung Ladang Padusunan Pariaman tahun 1959 ini benar-benar memulai usahanya dari nol tanpa gelar sarjana dan tidak menamatkan Sekolah Dasar.

kisah perjalanannya

Basko lahir di desa Field, Pariaman dari pasangan Ali Absyar dan Djaninar. Masa kecilnya sangat pahit, yang Basko merasa hanya makan sekali sehari, di mana untuk makan sehari-hari ibu harus meminjam beras ke tetangga. Ayahnya bekerja sebagai buruh tani yang mengolah gabah. Karena hidup sulit, ia meninggalkan ayahnya yang pergi bermigrasi ke Riau. Sang ibu telah memanggil ketabahan dalam menghadapi kehidupan selalu hati Amak imprint.

Meski sempat di sekolah sampai kelas lima, kisah para pengusaha sukses ini akhirnya menyimpulkan bahwa kemiskinan harus diperangi tidak untuk dinikmati. Izin dari ibunya, ia juga memilih untuk pergi merantau ke Riau dibanding bersekolah. Sebelum pergi, ia mengatakan kepadanya untuk menerapkan 3 K dalam hidup, yang sangat pandai berkomunikasi, manfaatkan peluang dan kemungkinan, serta bekerja dengan komitmen yang tinggi. 3 K yang ia diterapkan dalam bisnis.

Hal pertama yang ia lakukan adalah datang ke terminal luar negeri setelah fajar untuk mencari pekerjaan untuk menjadi konduktor. Berkat kemampuannya berkomunikasi, maka hari pertama dia mampu membantu pengemudi oplet. Ketika Anda pertama kali menjadi konduktor, ia bekerja siang dan malam untuk memungkinkan rumah sewa menyewa untuk menampung keluarga.

Basko akal dan visioner yang memulai bisnis dengan menjual pisang. Meskipun tidak ada uang tetapi dengan kepercayaan, pete yang belum dibayar dibawa ke restoran Padang dan dijual dengan perbedaan harga yang lebih tinggi. Hidupnya penuh warna dan keinginan untuk mengubah nasib dirinya mencoba berbagai profesi mulai dari konduktor, driver, pembangun, penjahit sampai menjadi dealer mobil.

Terampil komunikasi, jaringan, menepati janji, dan menjaga kepercayaan akhirnya membawa kesuksesan untuk menaklukkan kemiskinan, membangun kerajaan bisnis, dan menciptakan lapangan kerja. Jumlah perusahaan yang manajemen kini telah mencapai 15 perusahaan, dan sejak 2006 dia juga terjun ke bisnis pertambangan batu bara di Riau, menyediakan TV kabel dan layanan internet di Sumatera.

Beberapa perusahaan yang masuk Grup MCB miliknya adalah PT Basko Minang Plaza (pusat perbelanjaan), PT Cerya Riau Diri Printing (CRMP) (pencetakan), PT Cerya Zico Utama (properti), PT Jaya Bastara Muda (tambang batubara), PT Riau Agro Mandiri (penggemukan, impor dan ekspor ternak), PT Agro Mandiri Riau Perkasa (pembibitan, pengalengan daging), PT Indonesian Mesh Network (TV kabel dan Internet), dan PT Hotel Best Western dan sekarang berganti nama menjadi Premier Basko Hotel Padang.

Dia juga memiliki anak. Premier Basko Hotel Padang sebuah hotel bintang lima terdiri dari 180 kamar yang beroperasi di Padang, Sumatera Barat. Proyek yang saat ini sedang berlangsung bersama dengan kota Pekanbaru Superblok Kota Riau Riau Hijau terletak di jantung kota Pekanbaru berdiri di lahan seluas 2 hektar dengan konsep superblok yang terdiri dari 7 lantai dan 3 Centre Tower Shopping masing Tower Apartment , Tower Condotel / Condominium Hotel dan Office Tower 1.

Tidak ada kata menyerah. Tidak ada kata menyalahkan atas kemiskinannya. Tidak ada kata kecewa dan keluhan. Tidak ada kesombongan. Tidak ada kebencian. Tidak ada kedurhakaan kepada orang tua. Tidak ada kata memanjakan anak-anaknya. Tidak ada kata malas. Tidak ada kata tidak bisa. Tidak ada behenti, terus berlari. Tidak ada kata tidak layak. Tidak ada kata nyaman. Tidak ada kata tidak bersyukur. Kecuali kata terima kasih Ya Allah atas segala-galanya. Itulah gam­baran Sang Inspirator : H.Basrizal Koto

Salam Sukses!
follow twitter saya ya @inspirasi_mulia

Kamis, 14 Februari 2013

Kisah Sukses Jaya Suprana, Pengusaha dan Pendiri MURI


Jaya Suprana, orang Tionghoa yang besar dalam budaya Jawa. Pria bertubuh tambun dan berkacamata tebal yang lahir di Bali, Denpasar, 27 Januari 1949 ini akrab di hadapan publik lewat acara televisi Jaya Suprana Show di TPI. Pendiri Museum Rekor MURI dan pencetus kelirumologi ini mempunyai beragam predikat mulai dari pengusaha, pembicara, presenter, penulis, kartunis, pemain piano hingga pencipta lagu yang diakui oleh lembaga tingkat dunia seperti Die Welt, Los Angeles Times, The Guardian, Wall Street Journal, dan Straits Time.

Semasa muda, Jaya pernah menjadi pedagang buku bekas di Semarang pada tahun 65-an. Bahkan ketika sekolah di Jerman ia tak sungkan menjadi tukang bubut, tukang pasang ubin, atau menjadi pegawai kafetaria mahasiswa. Sepulang belajar di Jerman ia sempat menjadi Manajer Pemasaran Jamu Jago, sebelum naik jabatan sebagai presiden direktur.

Setelah sekitar delapan tahun menjadi direktur di perusahaan jamu yang diwarisinya dari keluarga – yang berdiri sejak tahun 1918 – Jaya beralih ke posisi presiden komisaris. Kini, tugasnya hanya mengarahkan GBHP (Garis Besar Haluan Perusahaan) dan mengawasi kinerja perusahaannya.

Dalam berbagai kesempatan, Jaya selalu muncul bersama tokoh-tokoh politik kelas wahid di negeri ini. Meskipun begitu, Jaya tidak tertarik pada urusan politik. Di samping itu, ayahnya juga pernah berpesan agar Jaya tidak terjun ke dunia politik karena politik pada prakteknya justru sering menjadi berhala dan menguasai makhluk tertinggi ciptaan Tuhan itu.

Pada 27 Januari 1990, ia mendirikan Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai bagian dari visi ke depannya untuk menghimpun semua prestasi, perilaku, dan kegiatan yang unik, langka, dan kreatif. Museum yang selokasi dengan Museum Jamu Jago ini sudah menjadi objek wisata resmi Kota Semarang, Jawa Tengah.

Sebagai seorang pemikir dan penulis, Jaya mengobok-obok berbagai literatur dan media untuk mempelajari kekeliruan dan kesalahkaprahan yang telah dilakukan orang dalam kehidupan sehari-hari. Hingga akhirnya, ia memelopori istilah kelirumologi dan melahirkan buku berjudul Kaleidoskopi Kelirumologi, yang mengajak pembaca untuk lebih peka terhadap hal-hal yang dianggap benar padahal salah di tengah-tengah masyarakat. Misalkan saja, semboyan yang dipercaya masyarakat – mens sana in corpore sano (di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat). Jaya mengatakan bahwa di dalam tubuh yang sehat, belum tentu hadir jiwa yang sehat. Jaya memberi contoh Mike Tyson atau penghuni Rumah Sakit Jiwa, bertubuh sehat tapi jiwanya sakit.

Berkat kerja keras dan ketekunannya, ia memperoleh puluhan penghargaan nasional maupun internasional dalam bidang seni musik (dari Freundeskreis des Konservatoriums Muenster, Jerman, dan dari Pangeran Bernhard, Belanda), kebudayaan (Budaya Bhakti Upapradana), komputer (Best in Personal Computing Award 1995 dari Apple Macintosh Inc.), industri-bisnis (The Best Executive Award 1998), prestasi perusahaan (Trade Leader’s Club, Madrid, dan Institut pour Selection de la Qualite, Belgia), lingkungan hidup (Sahwali Award 1997), kemanusiaan (Duta Kemanusiaan 1991 – 1992 Palang Merah Indonesia), dan lain-lain.

Sebagai kartunis, lulusan Musikhochschule Muenster dan Folkwanghochschule Essen, Jerman ini telah menggelarkan karyanya di Jerman, Norwegia, dan Indonesia sendiri. Sedangkan untuk urusan musik, selama ini Jaya dikenal sebagai komponis dan pianis andal yang sudah tampil di berbagai negara di Eropa, Amerika, Aljazair, Selandia Baru, dan lain-lain.

Pendidikan musik yang ditekuninya selama lima tahun membuat Jaya mampu melahirkan karya-karyanya sendiri. Ia tampil pertama kali dalam resital piano tunggal tahun 1981 di Taman Ismail Marzuki. Penampilan keduanya digelar di Erasmus Huis untuk merayakan 50 tahun usia Yayasan Pendidikan Musik (YPM). Di bidang kemanusiaan, ia ikut memelopori program donor ginjal jenazah di Indonesia.

Pada pertengahan 2003 lalu, Jaya memelopori iklan layanan masyarakat ‘Indonesia Pusaka’ dan membuat program berdurasi 60 menit ‘Di Balik Adegan Indonesia Pusaka’ yang ditayangkan di TPI di rumah produksi Jatayu Cakrawala Film.

Iklan layanan masyarakat ‘Indonesia Pusaka’ yang dibuat dalam rangka menyambut Satu Abad Bung Hatta ini merekam lebih dari 20 figur, sebagian tokoh ternama, menyanyikan lagu kesayangan Bung Hatta, yakni Indonesia Pusaka ciptaan Ismail Marzuki. Tokoh-tokoh ternama yang berhasil ‘dikumpulkan’ oleh Jaya antara lain Presiden Megawati Soekarnoputri, mantan Presiden Abdurrahman Wahid, Ketua MPR Amien Rais, dan sejumlah menteri dan mantan menteri.

Sementara dari nonpejabat ada artis Nurul Arifin, Marisa Haque, peharpa Maya Hasan, violis Idris Sardi, Ketua Persatuan Tukang Becak Jakarta, dan seorang wanita pemulung. Termasuk juga putri Bung Hatta, yakni Halida dan Gemala. Waktu itu, pada setiap sesi rekaman masing-masing tokoh, Jaya sibuk pula berfungsi sebagai pelatih menyanyi kilat, konduktor, penata musik, sekaligus editor.

Kini, di usianya yang semakin senja, tanpa seorang anak, Jaya tetap berkarya, berbuat kebaikan dan suka memberi. Ia mengangkat anak asuh dan mendirikan Panti Asuhan Rotary-Suprana. Di atas tanah warisan almarhumah ibunya, Lily Suprana, seluas 900 m2 di kawasan Candi Baru, Semarang, kini tinggal sekitar 10 orang anak. Semuanya lelaki. Perkembangan panti yang biaya operasionalnya didukung bersama dengan Yayasan Rotary ini memang bagus karena kebanyakan anak asuhnya memperoleh ranking di kelasnya masing-masing. Bahkan bagi anak yang mendapat rangking 1 diberikan hadiah atas prestasinya itu.

Sifat suka memberi tidak lepas dari didikan keras sang ayah, Lambang Suprana, yang mengajarnya untuk tidak memberhalakan kekayaan dan sadar bahwa harkat dan martabat manusia bukan diukur dari kekayaan harta bendanya, namun dari kekayaan akhlak dan imannya. Itulah mengapa, Jaya tidak ambil pusing tentang masa tuanya, karena ia tinggal ‘menunggu mati’ saja dan siap pergi ke surga.

Mengenai kesuksesan yang diperolehnya, Jaya mempunyai pandangan sendiri. Menurutnya, kesuksesan baginya belum tentu kesuksesan bagi orang lain. Ia menganalogikannya dengan olahraga lari. Baginya, ia sudah termasuk sukses mampu berlari 100m dalam waktu 10 menit, namun bagi Carl Lewis itu merupakan prestasi memalukan. Oleh karena itu, Jaya mengatakan bahwa yang penting bukan merasa sukses, melainkan mensyukuri hasil karya yang telah ia perjuangkan.

Salam Sukses!
follow twitter saya ya @inspirasi_mulia

Rabu, 13 Februari 2013

Kisah Sukses Helmy Yahya si Raja Kuis


Di tengah kesibukannya Helmy Yahya masih menyempatkan menulis novel. Triwarsana perusahaan yang kini ditanganinya mungkin adalah Production House tersibuk di Indonesia. Akhir tahun ini saja mereka akan menangani 30 program acara televisi.

Tampaknya sulit mencari orang yang tidak mengenal Helmy Yahya. Tokoh pengusaha muda yang akrab dengan dunia hiburan televisi, se-abrek aktivitas kini ditekuninya. Namun kalau boleh memilih antara menjadi seorang entertainer, pembawa acara (MC), dosen, manajer, artis, penyanyi atau menjadi seorang pengusaha, Helmy Yahya lebih suka jika orang mengenalnya sebagai seorang pengusaha. Karena menurutnya, terceburnya ia ke dunia entertainment hanyalah sebuah kebetulan semata.

Di tengah kesibukannya Helmy masih tercatat sebagai Dosen STAN (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara) untuk mata kuliah pemasaran, Teori Akuntansi, dan Etika Bisnis, pastilah menyenangkan menjadi salah seorang mahasiswanya. Menjadi dosen adalah salah satu komitmennya yang akan terus ia lakoni, "Saya berasal dari dunia kampus, jadi saya tidak akan meninggalkannya," ujarnya.

Kisah Sukses Helmy Yahya si Raja Kuis


Semua berawal dari sebuah pertunjukan musik di STAN, Helmy saat itu bersama teman-temannya mengundang Ireng Maulana. Tampaknya Ireng Maulana sangat terkesan dengan gaya Helmy
memanajemeni pertunjukan tersebut, kebetulan saat itu Ireng Maulana All Stars adalah band pengisi acara "Berpacu Dalam Melodi" yang diasuh oleh Master of Quis Indonesia Ibu Ani Sumadi. Sejurus kemudian Helmy telah bergabung dengan Ani Sumadi Production, sepuluh tahun lamanya (kurun waktu 1989-1999) ia menimba ilmu dari Ibu Ani Sumadi. Merasa dirinya harus lebih berkembang, maka pada tahun 1999 ia memutuskan keluar dari Ani Sumadi Production, dan langsung mengibarkan bendera Joshua Enterprise dan Helmy Yahya production House, keduanya kemudian dilebur dalam wadah Triwarsana yang merupakan perusahaan patungan antara Helmy Yahya, Joddy Suherman (ayah Joshua) dan Liem Sio Bok.

Helmy tidak pernah memimpikan keberhasilan ini dan tidak pernah bermimpi untuk menjadi seorang entertainer atau memiliki perusahaan. Cita-citanya adalah menjadi seorang dokter, namun anehnya ia tidak pernah menempuh pendidikan yang seharusnya ditempuh untuk menjadi seorang dokter. Ia malah memilih akuntansi, karena pada saat itu ia harus mencari sekolah yang "gratis". karena ia yakin kedua orangtuanya tidak akan pernah mampu membiayai sekolahnya. Oleh karena itu ia keluar dari IPB dan masuk STAN.

Helmy menyikapi anggapan orang yang menganggapnya sekarang lebih tinggi dari kakak kandungnya,Tantowi Yahya. Ia akui banyak belajar dari kakaknya. Mereka berdua sama-sama
memulai dari nol, jadi mereka sama-sama mensyukuri apa-apa yang telah mereka dapatkan.

Helmy tidak pernah membuat penahapan dalam mencapai apa yang kini ia dapatkan. Ia bukan orang yang begitu rigid dan menyusun planning, filosofinya adalah mengalir saja, yang penting ia berusaha untuk jalan terus dan berusaha agar setiap hari ada sesuatu yang bertambah. Namun demikian ia tidak pernah terkejut dengan apa yang ia dapatkan, karena apa yang ia dapatkan adalah hasil dari sebuah proses. Jadi,ia tidak pernah mengenal apa yang dikatakan orang "aji mumpung" atau mendapatkan sesuatu dari sebuah ketidaksengajaan. Walaupun menurutnya Kuis "Siapa Berani" itu merupakan sebuah serendipity, sebuah kebetulan yang kemudian menjadi sesuatu yang sangat luar biasa.

Masa-masa ketika Helmy hanya menjadi dosen di STAN dengan gaji yang sangat terbatas, dengan tiga orang anak adalah masa-masa yang sulit dalam perjalanan kariernya, saat-saat seperti inilah ia mendapatkan pelajaran kehidupan. Masa kecilnya sangat memprihatinkan, ia tidak pernah minum susu, tidak pernah mengenal sabun mandi, tidak pernah mengenal sampo, baju pun seadanya, celananya hanya dua hingga tiga potong saja, seringkali ia bermain dengan bertelanjang dada, tidak ada yang istimewa, ia lebih banyak belajar di jalanan. Itu juga yang dialami oleh keempat saudaranya termasuk Tanto, kehidupan yang sangat memprihatinkan inilah kemudian memotivasi mereka untuk menggapai kesuksesan. Ayah mereka senantiasa mengatakan, "jangan keduluan gaya daripada penghasilan." Jadi sebelum berhasil jangan gaya-gayaan dulu namun jika sudah sukses mau gaya apa pun silakan saja.

Satu lagi yang ia ingat, kedua orang tua mereka adalah orangtua yang tidak dengan mudah akan memenuhi apa yang mereka minta, mereka baru mau memberikan sesuatu,setelah anak-anaknya melakukan sesuatu untuk mendapatkanya. Kenyataannya pahit di masa lalu inilah kemudian menjadi semacam bekal untuk menghadapi keadaan sesulit apa pun, dan apa saja yang ia dapatkan sekarang adalah akumulasi dari kerja keras dan keprihatinan yang telah ia lalui selama ini.

Dari setiap kegagalan Helmy selalu dapat menarik pelajaran,seperti ketika banyak orang yang mengatakan film "Joshua Oh Joshua" gagal, namun menurut saya tidak. Karena ternyata ketika film itu ditayangkan di televisi pada malam tahun baru ratingnya 17, dan itu adalah rating tertinggi,lebih tinggi dari acara yang dikemas secara khusus dengan biaya yang tinggi pada malam yang sama. Produser film Joshua Oh Joshua masih kerap menghubungi mereka, namun mereka sendiri yang merasa kapok. Pembuatan film terlalu banyak menyita waktu, dan pada awalnya mereka menggarap film itu tak lain sebagai bentuk apresiasi mereka kepada perfilman nasional.

Helmy selalu bersiap diri untuk mengantisipasi kegagalan, bersiap diri untuk menghindari kegagalan.
Misalnya ia ditunjuk untuk membawakan acara yang sama sekali baru baginya,tentunya ia nervous, dan untuk menghilangkannya ia mempersiapkan diri. Contoh lainnya ketika beberapa saat yang lalu ditantang oleh Renny Jayusman untuk menyanyikan lagu-lagu rock di Hard Cafe, jujur ia akui ini adalah sesuatu yang baru baginya, dan jika selama ini ia kerap menantang orang di Kuis Siapa Berani, lalu ia pikir mengapa ia harus mundur jika mendapatkan tantangan. Saat itu ada rasa takut dalam dirinya jika ia gagal. Bahkan Tanto marah besar ketika ia menerima tantangan itu,bagi Tanto buat apa mempertaruhkan reputasi untuk hal yang menurut Tanto tidak patut untuk dilaksanakan. Akhirnya ia mempersiapkan dirinya, bukan lari, dan Alhamdulillah ia berhasil. Malah setelah pertunjukan, ia berhasil mendapatkan kontrak untuk rekaman dan juga mendapatkan kontrak untuk sebuah acara musik di televisi.

Menurut Helmy, kita membutuhkan tantangan untuk membuat diri kita menjadi lebih baik,dan jika Anda dihadapkan pada sebuah tantangan jangan mengelak dari tantangan itu, namun cobalah sekeras mungkin untuk menjawab tantangan itu, belajarlah dan berlatihlah secara terus-menerus, dan ini yang ia lakukan.

Jika Tantowi dikenal pertama kali lewat Kuis Gita Remaja, maka Helmy dikenal oleh khalayak luas
lewat Kuis Siapa Berani, walaupun sebelumnya ia juga telah terlibat dalam banyak acara olahraga seperti NBA Games. Pengalamannya membawakan acara olahraga juga menarik, karena di sana ia bersama dengan Agus Maulo dan Reinhard Tawas seperti membawa genre baru. Karena mereka membawakan acara olahraga tersebut dengan emosi yang baru, mereka biasa berteriak, atau melakukan hal lainnya yang tidak pernah ditemui pada acara serupa di waktu-waktu sebelumnya. 

Ia juga sempat mendapatkan kritik,karena ia berbicara dengan speed yang tidak wajar, namun ia bilang kepada mereka inilah sport, inilah basket ball semuanya berlangsung cepat. Dan lihat
sekarang hampir semua pembawa acara olahraga telah berubah,dan ia senang jika dirinya bisa membawa sebuah perubahan.

Helmy juga butuh sekali tim yang baik untuk mendukung kariernya dan tentunya untuk kepentingan Triwarsana. Saat ini Triwarsana telah menangani 17 program acara televisi, dan di akhir tahun nanti akan menjadi 30 program acara. Karena bagi mereka melakukan semua ini adalah tuntutan agar mereka dapat terus berkembang, dan ia tidak pernah ambil pusing jika ada orang yang kemudian menganggapnya greedy. Tim saya kini berjumlah 70-an orang. Setiap program setidaknya harus ditangani oleh 5-6 orang,ini artinya timnya telah bekerja dengan baik.

Ia tidak pernah dibuat pusing atau frustasi memikirkan segala sesuatunya agar dapat berjalan seperti yang ia harapkan, karena ia percaya timnya sangat mengetahui apa yang mereka lakukan. Kepercayaan adalah kata kuncinya, dan nya bersyukur seluruh timnya adalah anak-anak muda yang dapat dipercaya, dan mereka bekerja selama 24 jam,mereka juga melakukan hal ini dengan hati yang tulus.

Uniknya, tidak ada satu pun dari anggota timnya yang berlatar belakang dunia broadcast, termasuk saya yang berasal dari disiplin ilmu akuntansi, namun karena kita telah komitmen untuk terus belajar maka mereka sebagai team work dapat dikatakan berhasil. Tidak berlebihan jika kemudian ia mengatakan, "Jika Anda ingin menyaksikan secara langsung the magic of team work lihatlah bagaimana kami bekerja."

Helmy baru bisa tidur jam 12 malam. Biasanya ia menyempatkan diri untuk berenang sebentar antara 10 hingga 15 menit, bagi saya saat seperti ini adalah saat saya dapat melakukan relaksasi, sehingga kepenatan seharian bisa saya tuntaskan. Setelah itu ia lanjutkan dengan membaca buku. Aktivitasnya dibuka dengan melaksanakan Shalat Subuh. Jam 8 pagi ia harus sudah berada di Indosiar untuk Kuis Siapa Berani. Anda bayangkan dengan 17 program acara, kadang-kadang ia harus menyusun waktu sedemikian rupa agar ia bisa menyaksikan proses pengambilan gambar dari ke-17 program tersebut. Belum lagi dengan 6-7 kali meeting dalam seharinya.
 
Malam harinya ia juga kerap didaulat untuk menjadi MC pada acara-acara tertentu. Dan ia bersyukur masih dapat mengaturnya dengan baik, sehingga tidak ada satu pun yang tertinggal, terutama perhatiannya kepada keluarganya yang merupakan prioritas baginya.

Salam Sukses!
follow twitter saya ya @inspirasi_mulia

Selasa, 12 Februari 2013

Kisah Sukses Firdaus Ahmad, Bekas Kenek jadi Pengusaha Sukses di London


Di tengah trafic kota London Firdaus Ahmad menyetir Mercedes 120 CDI dengan tenang. Mobil yang sanggup mengangkut sepuluh orang itu adalah kendaraan “dinas” laki-laki 54 tahun ini dari rumah ke restorannya.

Nusa Dua Restaurant berdiri di sudut Dean Street 11, Soho, di jantung ibu kota Inggris itu. Bangunan tiga lantai ini satu-satunya restoran Indonesia di kawasan belanja dan tempat nongkrong anak-anak muda itu. “Sejak Presiden Barack Obama datang ke Indonesia, menu favorit di sini nasi goreng,” kata Daus.

Selain itu, ada banyak makanan khas Indonesia di daftar menu: ayam kremes, sayur asem, sambal terasi, tahu isi, soto ayam, tempe, dan kerupuk udang. Saya makan di sana ketika restoran masih tutup menjelang sore. Tapi, di depan pintu, pelanggan dari pelbagai ras yang akan makan malam sudah antre mengular.

Resto ini adalah buah kerja keras Daus selama 20 tahun. Ia tiba di London pada akhir 1981 dengan tiket pesawat yang dikirim saudaranya, sopir di Kedutaan Besar Indonesia di London. Daus nekat berangkat ke Inggris karena penghasilan sebagai kondektur angkutan kota Kampung Melayu-Bekasi tak menentu.

Mendarat di Bandar Udara Heathrow yang sibuk, lulusan SMA 1 Indramayu ini termangu dua jam. Ia tak tahu jalan keluar. Ia amati setiap penumpang. Asumsinya, orang yang kusut pasti baru mendarat setelah penerbangan yang jauh. Ia ikuti mereka menyeret koper. “Saat itu saya baru tahu arti ‘exit’ itu keluar,” katanya, terbahak.

Daus lalu bekerja di restoran Indonesia sebagai pencuci piring. Tapi resto ini tak berumur lama. Pemiliknya ketahuan mengakali pajak. Pemerintah mengambil alih dan menjualnya. Pembelinya adalah tukang masak asal Malaysia. Resto itu kini jadi rumah makan Asia yang tukang masaknya adalah pemilik lama, bekas majikan Daus.

Seorang pengusaha Singapura kemudian mendirikan Nusa Dua Restaurant. Daus diajak bergabung dan naik pangkat jadi chef. Tapi perkongsian ini hanya bertahan tiga tahun. Pengusaha itu tak sanggup membayar cicilan modal. Royal Bank of Scotland (RBS) menyitanya. Daus kelimpungan tak punya pekerjaan.


Pada 1991 ia sudah menikahi Usya Suharjono, perempuan manis yang tengah kuliah kesekretariatan di London. Ayah Usya adalah wartawan radio BBC seksi Indonesia. Ia mengikuti orang tuanya ke London setelah lulus SMA 2 Jakarta Pusat pada 1983. Daus punya ide mengambil alih Nusa Dua.

Usya maju sebagai negosiator dengan bank karena ia fasih berbahasa Inggris. Daus hingga kini masih gagap. Kepada tiga anaknya, ia berbicara dalam bahasa Indonesia, tapi dijawab dalam bahasa Inggris. Usya membujuk bahwa resto itu merugikan RBS karena tak mendatangkan untung, sementara pajak tetap harus dibayar.

Daus meyakinkan mereka akan mengelola rumah makan dengan jaminan membayar cicilan 1.000 pound tiap bulan tepat waktu. ”Jika tahun pertama pembayaran tak jelas, bank silakan ambil alih lagi,” katanya. Deal. RBS ternyata setuju.

Sejak itu, Daus yang pegang kendali. Ia belanja, ia memasak, ia pula yang melayani pembeli. Karena makanan racikannya enak, pelanggan lama kembali, dan pembeli baru berdatangan. Restorannya mulai untung dengan omzet 10 ribu pon (Rp 140 juta) setiap pekan. Dalam waktu enam tahun, utang 100 ribu pound lunas.

Tabungannya mulai kembung. Daus membeli sebuah rumah seluas 300 meter persegi seharga Rp 5,2 miliar di sudut jalan dekat sekolah anaknya. Rumah sembilan kamar itu kini disewakan kepada pelancong asal Indonesia dengan tarif 19,5 pound semalam. Meski tak ada papan nama, orang tahu rumah bata merah di sudut jalan kompleks elite Colindale itu ”Wisma Indonesia”.
 
Daus-Usya tinggal tak jauh dari situ. Tiga mobil nangkring di garasi. Semuanya Mercedes yang harga satu unitnya rata-rata Rp 1,4 miliar. Daus kerap bolak-balik London-Bekasi untuk menengok keluarga besarnya di Jatiasih. 

Setelah semua pencapaian ini, Daus hanya punya satu cita-cita: pulang kampung setelah anak-anaknya mandiri dan membuat taman pendidikan agama untuk anak-anak miskin.

Salam Sukses!
follow twitter saya ya @inspirasi_mulia

Senin, 11 Februari 2013

Kisah Sukses Penulis Novel Terkenal, Andrea Hirata Sosok Penulis Sukses


Menjadi seorang penulis novel terkenal mungkin tak pernah ada dalam pikiran Andrea Hirata sejak masih kanak-kanak. Berjuang untuk meraih pendidikan tinggi saja, dirasa sulit kala itu. Namun, seiring dengan perjuangan dan kerja keras tanpa henti, Andrea mampu meraih sukses sebagai penulis memoar kisah masa kecilnya yang penuh dengan keperihatinan. Lalu bagaimana sebenarnya sosok novelis best seller ini?

Wajah pria berambut ikal itu nampak sumringah. Senyum selalu mengembang di wajahnya. Rona kebahagiaan memang sangat terlihat dari gerak-gerik pria tersebut. Saat berbincang-bincang bersama KasaKusuK, gelak tawa dan senyuman selalu menjadi penghias obrolan pada siang hari beberapa waktu lalu itu. Tak segan-segan, pria bernama lengkap Andrea Hirata tersebut bercerita tentang kisah perjalanan hidupnya hingga mampu meraih sukses sebagai seorang penulis novel yang laris manis bak kacang goreng.

Selain meraih kesuksesan dengan larisnya buku yang ia tulis, Andrea juga patut berbangga hati karena novel ‘Laskar Pelangi’ telah diangkat ke layar lebar oleh dua pembuat film jempolan, Mira Lesmana dan Riri Riza.

Kendati sudah meraih sukses melalui novel Laskar Pelangi, Andrea masih merasa sebagai Andrea Hirata kecil yang kerap dipanggil dengan julukan “Ikal”. Perjalanan hidup Andrea sebenarnya memang tak jauh berbeda dengan apa yang diceritakan di dalam novel. Ia hanyalah anak kampung yang ingin meraih cita-cita setinggi langit. Itulah yang kemudian menjadi motivasi terbesar Andrea untuk mengukir prestasi di bidang tulis-menulis.

Semangat belajar Andrea kecil memang sangat menggebu-gebu. Tekadnya kala itu, ia tak ingin menjadi anak kampung yang bodoh dan tak memiliki harapan di masa depan. Dengan tekad tersebut, perjuangan kerasnya mengantarkan Andrea menuju dunia sastra yang kemudian membesarkan namanya. Kini, siapa tak kenal dengan nama Andrea Hirata. Hampir semua penyuka novel dan penggemar film layar lebar mengagumi sosok penulis berambut ikal ini.

Sang Pemimpi. Andrea Hirata sendiri merupakan anak keempat dari pasangan Seman Said Harunayah dan NA Masturah. Ia dilahirkan di sebuah desa yang termasuk desa miskin dan letaknya yang cukup terpelosok di pulau Belitong pada 24 Oktober 35 tahun silam.

Tinggal di sebuah desa dengan segala keterbatasan memang cukup mempengaruhi pribadi Andrea sedari kecil. Ia mengaku lebih banyak mendapatkan motivasi dari keadaan di sekelilingnya yang banyak memperlihatkan keperihatinan. Nama Andrea Hirata sebenarnya bukanlah nama pemberian dari kedua orang tuanya. Sejak lahir ia diberi nama Aqil Barraq Badruddin. Merasa tak cocok dengan nama tersebut, Andrea pun menggantinya dengan Wadhud. Akan tetapi, ia masih merasa terbebani dengan nama itu. Alhasil, ia kembali mengganti namanya dengan Andrea Hirata Seman Said Harun sejak ia remaja.

“Andrea diambil dari nama seorang wanita yang nekat bunuh diri bila penyanyi pujaannya, yakni Elvis Presley tidak membalas suratnya,” ungkap Andrea. Sedangkan Hirata sendiri diambil dari nama kampung dan bukanlah nama orang Jepang seperti anggapan orang sebelumnya. Sejak remaja itulah, pria asli Belitong ini mulai menyandang nama Andrea Hirata. Andrea tumbuh seperti halnya anak-anak kampung lainnya. Dengan segala keterbatasan, Andrea tetap menjadi anak periang yang sesekali berubah menjadi pemikir saat menimba ilmu di sekolah. Selain itu, ia juga kerap memiliki impian dan mimpi-mimpi di masa depannya.

Seperti yang diceritakannya dalam novel Laskar Pelangi, Andrea kecil bersekolah di sebuah sekolah yang kondisi bangunannya sangat mengenaskan dan hampir rubuh. Sekolah yang bernama SD Muhamadiyah tersebut diakui Andrea cukuplah memperihatinkan. Namun karena ketiadaan biaya, ia terpaksa bersekolah di sekolah yang bentuknya lebih mirip sebagai kandang hewan ternak. Kendati harus menimba ilmu di bangunan yang tak nyaman, Andrea tetap memiliki motivasi yang cukup besar untuk belajar. Di sekolah itu pulalah, ia bertemu dengan sahabat-sahabatnya yang dijuluki dengan sebutan Laskar Pelangi.

Peran Bu Muslimah. Di SD Muhamadiyah pula, Andrea bertemu dengan seorang guru yang hingga kini sangat dihormatinya, yakni NA (Nyi Ayu) Muslimah. “Saya menulis buku Laskar Pelangi untuk Bu Muslimah,” ujar Andrea .

Kegigihan Bu Muslimah untuk mengajar siswa yang hanya berjumlah tak lebih dari 11 orang itu ternyata sangat berarti besar bagi kehidupan Andrea. Perubahan dalam kehidupan Andrea, diakuinya tak lain karena motivasi dan hasil didikan Bu Muslimah. Sebenarnya di Pulau Belitong ada sekolah lain yang dikelola oleh PN Timah. Namun, Andrea tak berhak untuk bersekolah di sekolah tersebut karena status ayahnya yang masih menyandang pegawai rendahan.

“Novel yang saya tulis merupakan memoar tentang masa kecil saya, yang membentuk saya hingga menjadi seperti sekarang,” tutur Andrea yang memberikan royalti novelnya kepada perpustakaan sebuah sekolah miskin ini.

Tentang sosok Muslimah, Andrea menganggapnya sebagai seorang yang sangat menginspirasi hidupnya. “Perjuangan kami untuk mempertahankan sekolah yang hampir rubuh sangat berkesan dalam perjalanan hidup saya,” ujar Andrea.

Berkat Bu Muslimah, Andrea mendapatkan dorongan yang membuatnya mampu menempuh jarak 30 km dari rumah ke sekolah untuk menimba ilmu. Tak heran, ia sangat mengagumi sosok Bu Muslimah sebagai salah satu inspirator dalam hidupnya. Menjadi seorang penulis pun diakui Andrea karena sosok Bu Muslimah. Sejak kelas 3 SD, Andrea telah membulatkan niat untuk menjadi penulis yang menggambarkan perjuangan Bu Muslimah sebagai seorang guru. “Kalau saya besar nanti, saya akan menulis tentang Bu Muslimah,” ungkap penggemar penyanyi Anggun ini. Sejak saat itu, Andrea tak pernah berhenti mencoret-coret kertas untuk belajar menulis cerita.

Merantau ke Jakarta. Setelah menyelesaikan pendidikan di kampung halamannya, Andrea lantas memberanikan diri untuk merantau ke Jakarta selepas lulus SMA. Kala itu, keinginannya untuk menggapai cita-cita sebagai seorang penulis dan melanjutkan ke bangku kuliah menjadi dorongan terbesar untuk hijrah ke Jakarta. Saat berada di kapal laut, Andrea mendapatkan saran dari sang nahkoda untuk tinggal di daerah Ciputat karena masih belum ramai ketimbang di pusat kota Jakarta. Dengan berbekal saran tersebut, ia pun menumpang sebuah bus agar sampai di daerah Ciputat. Namun, supir bus ternyata malah mengantarkan dirinya ke Bogor. Kepalang tanggung, Andrea lantas memulai kehidupan barunya di kota hujan tersebut.

Beruntung bagi dirinya, Andrea mampu memperoleh pekerjaan sebagai penyortir surat di kantor pos Bogor. Atas dasar usaha kerasnya, Andrea berhasil melanjutkan pendidikannya di Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Merasakan bangku kuliah merupakan salah satu cita-citanya sejak ia berangkat dari Belitong. Setelah menamatkan dan memperoleh gelar sarjana, Andrea juga mampu mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan S2 Economic Theory di Universite de Paris, Sorbonne, Perancis dan Sheffield Hallam University, Inggris. Berkat otaknya yang cemerlang, Andrea lulus dengan status cum laude dan mampu meraih gelar Master Uni Eropa.

Sekembalinya ke tanah air, Andrea bekerja di PT Telkom tepatnya sejak tahun 1997. Mulailah ia bekerja sebagai seorang karyawan Telkom. Kini, Andrea masih aktif sebagai seorang instruktur di perusahaan telekomunikasi tersebut. Selama bekerja, niatnya menjadi seorang penulis masih terpendam dalam hatinya. Niat untuk menulis semakin menggelora setelah ia menjadi seorang relawan di Aceh untuk para korban tsunami. “Waktu itu saya melihat kehancuran akibat tsunami, termasuk kehancuran sekolah-sekolah di Aceh,” kenang pria yang tak memiliki latarbelakang sastra ini.

Tiga Minggu untuk Laskar Pelangi. Kondisi sekolah-sekolah yang telah hancur lebur lantas mengingatkannya terhadap masa lalu SD Muhamadiyah yang juga hampir rubuh meski bukan karena bencana alam. Ingatan terhadap sosok Bu Muslimah pun kembali membayangi pikirannya. Sekembalinya dari Aceh, Andrea pun memantapkan diri untuk menulis tentang pengalaman masa lalunya di SD Muhamadiyah dan sosok Bu Muslimah. “Saya mengerjakannya hanya selama tiga minggu,” aku pria yang berulang tahun pada 24 Oktober ini.

Naskah setebal 700 halaman itu lantas digandakan menjadi 11 buah. Satu kopi naskah tersebut dikirimkan kepada Bu Muslimah yang kala itu tengah sakit. Sedangkan sisanya dikirimkan kepada sahabat-sahabatnya dalam Laskar Pelangi. Tak sengaja, naskah yang berada dalam laptop Andrea dibaca oleh salah satu rekannya yang kemudian mengirimkan ke penerbit. Bak gayung bersambut, penerbit pun tertarik untuk menerbitkan dan menjualnya ke pasar. Tepatnya pada Desember 2005, buku Laskar Pelangi diluncurkan ke pasar secara resmi. Dalam waktu singkat, Laskar Pelangi menjadi bahan pembicaraan para penggemar karya sastra khususnya novel.

Dalam waktu seminggu, novel perdana Andrea tersebut sudah mampu dicetak ulang. Bahkan dalam kurun waktu setahun setelah peluncuran, Laskar Pelangi mampu terjual sebanyak 200 ribu sehingga termasuk dalam best seller. Hingga saat ini, Laskar Pelangi mampu terjual lebih dari satu juta eksemplar.

Penjualan Laskar Pelangi semakin merangkak naik setelah Andrea muncul dalam salah satu acara televisi. Bahkan penjualannya mencapai 20 ribu dalam sehari. Sungguh merupakan suatu prestasi tersendiri bagi Andrea, terlebih lagi ia masih tergolong baru sebagai seorang penulis novel. Padahal Andrea sendiri mengaku sangatlah jarang membaca novel sebelum menulis Laskar Pelangi. Sukses dengan Laskar Pelangi, Andrea kemudian kembali meluncurkan buku kedua, Sang Pemimpi yang terbit pada Juli 2006 dan dilanjutkan dengan buku ketiganya, Edensor pada Agustus 2007. Selain meraih kesuksesan dalam tingkat penjualan, Andrea juga meraih penghargaan sastra Khatulistiwa Literary Award (KLA) pada tahun 2007.

Kini, Andrea sangat disibukkan dengan kegiatannya menulis dan menjadi pembicara dalam berbagai acara yang menyangkut dunia sastra. Penghasilannya pun sudah termasuk paling tinggi sebagai seorang penulis. Namun demikian, beberapa pihak sempat meragukan isi dari novel Laskar Pelangi yang dianggap terlalu berlebihan. “Ini kan novel, jadi wajar seandainya ada cerita yang sedikit digubah,” ungkap Andrea yang memiliki impian tinggal di Kye Gompa, desa tertinggi di dunia yang terletak di pegunungan Himalaya. Kesuksesannya sebagai seorang penulis tentunya membuat Andrea bangga dan bahagia atas hasil kerja kerasnya selama ini.

Perasaan bangga dan bahagia semakin dirasakan Andrea tatkala Laskar Pelangi diangkat menjadi film layar lebar oleh Mira Lesmana dan Riri Riza. “Saya percaya dengan kemampuan mereka,” ujarnya tegas. Apalagi, film Laskar Pelangi juga sempat ditonton oleh orang nomor satu di negeri ini, Susilo Bambang Yudhoyono beberapa waktu lalu. “Kini Laskar Pelangi memiliki artikulasi yang lebih luas daripada sebuah buku. Nilai-nilai dalam Laskar Pelangi menjadi lebih luas,” tutur Andrea sembari menutup pembicaraan

Salam Sukses!
follow twitter saya ya @inspirasi_mulia

Sabtu, 09 Februari 2013

Kisah Sukses Kolonel Sanders, Pendiri Kentucky Fried Chicken (KFC)


Saudara pasti mengenal salah satu Restoran ayam goreng terbesar di dunia termasuk di Indonesia yaitu ” Kentucky Fried Chicken”. tetapi tidak semua orang tau bagaimana kisah hidup tokoh dibaliknya. “Colonel Sanders”

Inilah kisah kegigihan Kolonel Sanders, pendiri waralaba ayam goreng terkenal KFC. Dia memulainya di usia 66 tahun. Pensiunan angkatan darat Amerika ini tidak memiliki uang sepeser pun kecuali dari tunjangan hari tuanya, yang semakin menipis. Namun dia memiliki keahlian dalam memasak dan menawarkan resep masakannya ke lebih dari 1.000 restoran di negaranya dan barulah restoran ke-1008 yang akhirnya menerima resepnya. Kolonel Harland Sanders adalah pelopor Kentucky Fried Chicken atau KFC yang telah tumbuh menjadi salah satu yang terbesar dalam industri waralaba makanan siap saji di dunia.

Sosok Kolonel Sanders, bahkan kini menjadi simbol dari semangat kewirausahaan. Dia lahir pada 9 September 1890 di Henryville, Indiana, namun baru mulai aktif dalam mewaralabakan bisnis ayamnya di usia 65 tahun. Di usia 6 tahun, ayahnya meninggal dan Ibunya sudah tidak mampu bekerja lagi sehingga Harland muda harus menjaga adik laki-lakinya yang baru berumur 3 tahun. Dengan kondisi ini ia harus memasak untuk keluarganya. Di masa ini dia sudah mulai menunjukkan kebolehannya.

Pada umur 7 tahun ia sudah pandai memasak di beberapa tempat memasak. Pada usia 10 tahun ia mendapatkan pekerjaan pertamanya didekat pertanian dengan gaji 2 dolar sebulan. Ketika berumur 12 tahun ibunya kembali menikah, sehingga ia meninggalkan rumah tempat tinggalnya untuk mendapatkan pekerjaan di pertanian di daerah Greenwood, Indiana. Selepas itu, ia berganti-ganti pekerjaan selama beberapa tahun.

Pertama, sebagai tukang parkir di usia 15 tahun di New Albany, Indiana dan kemudian menjadi tentara yang dikirim selama 6 bulan ke Kuba. Setelah itu ia menjadi petugas pemadam kebakaran, belajar ilmu hukum melalui korespondensi, praktik dalam pengadilan, asuransi, operator kapal feri, penjual ban, dan operator bengkel.

Di usia 40 tahun, Kolonel ini mulai memasak untuk orang yang bepergian yang singgah di bengkelnya di Corbin. Kolonel Sanders belum punya restoran pada saat itu. Ia menyajikan makanannya di ruang makan di bengkel tersebut. Karena semakin banyak orang yang datang ke tempatnya untuk makan, akhirnya ia pindah ke seberang jalan dekat penginapan dan restoran bisa menampung 142 orang.

Selama hampir 9 tahun ia menggunakan resep yang dibuatnya dengan teknik dasar memasak hingga saat ini. Citra Sander semakin baik. Gubernur Ruby Laffoon memberi penghargaan Kentucky Colonel pada tahun 1935 atas kontribusinya bagi negara bagian Cuisine. Dan pada tahun 1939, keberadaannya pertama kali terdaftar di Duncan Hines “Adventures in Good Eating.”

Di awal tahun 1950 jalan raya baru antar negara bagian direncanakan melewati kota Corbin. Melihat akan berakhir bisnisnya, Kolonel ini akhirnya menutup restorannya. Setelah membayar sejumlah uang, ia mendapatkan tunjangan sosial hari tuanya sebesar $105.

Dikarenakan memiliki rasa percaya diri kuat akan kualitas ayam gorengnya, Kolonel membuka usaha waralaba yang dimulai tahun 1952. Ia pergi jauh menyeberangi negara bagian ini dengan mobil dari satu restoran ke restoran lainnya, memasak sejumlah ayam untuk pemilik restoran dan karyawannya. Jika reaksi yang terlihat bagus, ia menawarkan perjanjian untuk mendapatkan pembayaran dari setiap ayam yang laku terjual.

Pada 1964, Kolonel Sanders sudah memiliki lebih dari 600 outlet waralaba untuk ayam gorengnya di seluruh Amerika dan Kanada. Pada tahun itu juga ia menjual bunga dari pembayarannya untuk perusahaan Amerika sebanyak 2 juta dolar kepada sejumlah grup investor termasuk John Y Brown Jr, (kelak menjadi Gubernur Kentucky). Pada tahun 1976, sebuah survey independen menempatkan Kolonel Sanders sebagai peringkat kedua dari deretan selebriti yang terkenal di dunia.

Selama bertahun-tahun, Kolonel Harland Sanders membawa formula rahasia untuk Kentucky Fried Chicken di kepalanya dan campuran rempah-rempah di mobilnya. Hari ini, resep terkunci jauh di tempat yang aman di Louisville, Kentucky. Hanya segelintir orang yang tahu, dan masing-masing berkewajiban untuk kerahasiaan ketat oleh kontrak.

Kolonel mengembangkan rumus kembali di tahun 1930-an ketika ia mengoperasikan Pengadilan Sanders & Cafe restoran dan motel di Corbin, Kentucky. Sana, perpaduan dari 11 bumbu dan rempah-rempah yang pertama kali dikembangkan pelanggan setia.

“Pada masa itu, aku mencampur dengan tangan rempah-rempah seperti pencampuran semen pada lantai beton yg dibersihkan khusus di beranda belakang di Corbin,” kenang Kolonel. “Aku menggunakan sendok untuk membuat terowongan dalam tepung dan kemudian dicampur dengan hati-hati dalam bumbu dan rempah-rempah.”

Di bawah pemilik baru, perusahaan Kentucky Fried Chicken tumbuh pesat yang kemudian menjadi perusahaan terbuka pada 17 Maret 1966, dan terdaftar pada New York Stock Exchange pada 16 Januari 1969. Lebih dari 3.500 waralaba dan restoran yang dimiliki perusahaan ini beroperasi hampir di seluruh dunia. Kentucky Fried Chicken menjadi anak perusahaan dari RJ Reynolds Industries, Inc. (sekarang RJR Nabisco, Inc.), semenjak Heublein Inc. diakuisisi oleh Reynolds pada tahun 1982. KFC diakuisisi pada Oktober 1986 dari RJR Nabisco Inc oleh PepsiCo Inc, seharga kurang lebih 840 juta dolar.

Pada Januari 1997, PepsiCo, Inc mengumumkan spin-off restoran cepat sajinya — KFC, Taco Bell dan Pizza Hut – menjadi perusahaan restoran independen, Tricon Global Restorans Inc. Pada Mei 2002, perusahaan ini mengumumkan persetujuan pemilik saham untuk merubah nama perusahaan menjadi Yum! Brands Inc. Perusahaan, yang dimiliki oleh A&W All-American Food Restorans, KFC, Long John Silvers, Pizza Hut dan Taco Bell restorans, adalah perusahaan restoran terbesar di dunia dalam kategori unit system dengan jumlah mendekati 32,500 di lebih dari 100 negara dan wilayah.

KFC berkembang pesat. Kini, lebih dari satu miliar ayam goreng hasil resep Kolonel ini dinikmati setiap tahunnya, bukan hanya di Amerika Utara, bahkan tersedia hampir di 80 negara di seluruh dunia. Tapi Kolonel Sanders tidak lagi bisa menyaksikannya. Pada 1980, di usia 90 tahun, ia terserang leukemia. Ia meninggal seusai melakukan perjalanan 250.000 mil dalam satu tahun kunjungannya ke restoran KFC di seluruh dunia.

“Impian meraih sukses tidak harus di masa kecil. Impian bisa juga di saat usia senja.” Kolonel Sanders, pendiri KFC

Salam Sukses!
follow twitter saya ya @inspirasi_mulia

Jumat, 08 Februari 2013

Kisah Sukses Ippho Santosa Right, Pakar Otak Kanan dan Penulis Mega-Bestseller


Ippho Santosa dilahirkan pada hari Jumat Wage tanggal 30 Desember 1977 atau 20 Muharam 1398 di Pekanbaru, dari orang tua yang bernama Dwianto Sri Santosa dan Husnelly Nedvia. Ayahnya berasal dari Daerah Istimewa Jogjakarta, ibunya dari Sumatera Barat. Kebetulan, pada zaman perjuangan dua daerah ini pernah menjadi ibukota Republik Indonesia. Dibesarkan di keluarga yang sangat sederhana, ia dikarunai satu adik dan dua kakak.

Bagi anda yang hobi baca buku mungkin tidak asing lagi mendengar nama yang satu ini.Ippho Santosaadalahpenulisbuku best-seller danmega best-seller yang telah di cetak belasan kali setiap tahunnya. Sepanjang tahun 2011-2012 buku-bukunya menjadi buku yang paling laris manis di pasaran. Tahukah anda apa rahasia sukses seorang Ippho Santosa yang telah berhasil menulis buku-buku yang sangat produktif.

Beberapa teman dan keluarga saya yang telah membaca buku-bukunya merasa berterima kasih bisa dipertemukan dengan buku tersebut. Kebanyakan dari mereka merasa termotivasi dan terinspirasi dari rangkaian kata-kata yang di susun oleh penulis. Bahkan orang yang tidak gemar membaca pun ketika saya rekomendasikan membaca bukunya mas Ippho, kebanyakan mereka tidak mau lepas dari buku itu tidak seperti buku-buku lain yang ketika melihat tingkat ketebalannya saja mereka menjadi malas membaca bahkan walaupun sudah membaca beberapa bab awal mereka hanya berhenti sampai disitu dan malas membaca bab berikutnya. 

Tapi buku-buku mas Ippho tidak demikian ketika selesai bab satu sangat berambisi untuk melangkah ke bab selanjutnya begitu seterusnya. Tahukah apa rahasianya? Bahasa yan genteng, simple, dan mudah dipahami lah yang menjadikan buku ini asik di baca bahkan oleh orang yang bukan kutu buku sekalipun.

Buku-buku Ippho Santosa semuanya membahas tentang cara berbisnis dan mendapatkan kekayaan. Seperti yang kita tahu semua orang ingin kaya. Disini di ajarkan cara-cara atau jurus jitu berbisnis mulai dari yang biasa sampai yang luar biasa, mulai dari bisnis sederhana sampai yang luar biasa. Apalagi jurusnya tersebut didapat dari pengalaman-pengalaman hidupnya sendiri. Aspek ini juga lah yang menurut saya menjadikan buku ini laris manis di pasaran di samping bahasanya yang enteng dan mudah dipahami.

Kisah Perjalanannya

Setelah menamatkan S1 Marketing di Malaysia, ia sempat berkarir sebagai pemasar di Sinar Mas Group, Genting Highland, dan perusahaan Filipina, interpreter untuk ILO-PBB, dosen di Universitas Internasional Batam. Kemudian ia mendirikan dan menjalankan EnterTrend Training, di mana belasan ribu orang di seluruh Indonesia telah menjadi peserta pelatihan dan seminarnya sepanjang 2004-2007. EnterTrend Training juga menangani konsultasi dan riset pemasaran. Mulai pertengahan 2007, ia mengurangi memberikan pelatihan, konsultasi, dan riset.

Sampai 2007, klien-kliennya adalah Telkom, Telkomsel, Indosat, PLN, BTN, Bank Panin, BPR Indra, Takaful, distributor ConocoPhilips, distributor Honda, distributor Yamaha, Jasa Raharja, Bio Farma, Pelindo, REI, PHRI, Terminal Tiket, Patria Tours & Travel, Southlinks Country Club, Sepatim (Semen Padang), Riau Pos Group, Arsikon (Pengembang Coastarina), ITS Surabaya, Universitas 17 Agustus Surabaya, Universitas Internasional Batam, Sekolah Global Indo-Asia, Sekolah Kallista, RS. Awal Bros, RS. Budi Kemuliaan, RS. Otorita Batam, Rumah Zakat, Badan Otorita Batam, Pemko Batam, Satlantas Kepri, Dispenda Kepri, DPRD Kepri (Piswan), dan masih banyak lagi.

Setelah berkarier di dalam dan luar negeri, kemudian ia berbisnis dan menulis berbagai
buku, yang telah tersebar sampai ke Timur Tengah, Jepang, Australia, Eropa, dan Amerika.
Buku-buku terbaiknya adalah:

• 7 Keajaiban Rezeki: Rezeki Bertambah Nasib Berubah Dalam 99 Hari Dengan OtakKanan (buku terlaris    dan seminar terbesar 2010-2012 se-Indonesia)
• Percepatan Rezeki Dalam 40 Hari Dengan Otak Kanan.
• 10 Jurus Terlarang! Kok Masih Mau Bersaing Cara Biasa?
• 13 Wasiat Terlarang! Dahsyat dengan Otak Kanan!
• Marketing is Bullshit… Meledakkan Profit dengan Otak Kanan.

Majalah SWA menyebutnya sebagai motivator sekaligus pengusaha. Majalah Ummi
menyebutnya sebagai penanam amal jariyah. Koran Tempo menyebutnya sebagai miliarder
muda yang berbagi. Yang jelas, publik mengenalnya sebagai:
• Pakar otak kanan.
• Penulis mega-bestseller (masuk MURI).
• Pembicara di Asia (termasuk Hongkong dan Jepang).
• Pendiri 70-an cabang TK Khalifah se-Indonesia.

Perusahaan, komunitas, atau EO yang ingin mengundangnya memberikan seminar dan pelatihan, maka investasinya adalah:Rp 20 – 25 juta (durasi 3 jam).
di luar biaya transportasi dan akomodasi


Salah satu karyanya yang sangat fenomenal adalah buku 7 Keajaiban Rezeki yang menjadi Best Seller selama beberapa tahun terakhir. Buku tersebut sangat mencerahkan dan memotivasi banyak orang.

Ippho merupakan pengusaha muda yang telah sukses, disamping tulisan-tulisan yang dibagikan melalui buku pengusaha sukses, beliau juga telah membuktikan kiprahnya dalam bisnis, buktinya beliau memiliki beberapa perusahaan dan bisnis yang telah dijalankan. Coba anda bayangkan jika kita belajar langsung dari para pakarnya maka yang kita dapatkan akan lebih maksimal dibandingkan hanya cuma teori saja. Nah, ssetelah anda mengikuti kisah artikel diatas saya berharap anda bertambah semangat, jaga terus semangat anda.

salam sukses selalu!
follow twitter saya ya @inspirasi_mulia

Kamis, 07 Februari 2013

Kisah Motivator Sukses Tung Desem Waringin, Pelatih Financial Revoluton No 1 di Indonesia


Pria tinggi ramping berkacamata itu melompat ke panggung. Begitu menyapa audiens, dalam beberapa kata berikutnya seisi ruangan mulai mabuk antusiasme. Ribuan kalimat meledak dari mulutnya, audiens berdiri, mengangkat tangan, menyentuh pundak teman sebelah, atau melompat tinggi sambil berteriak, seolah tersihir oleh instruksinya. 

Siapa yang tak kenal dengan Tung Desem Waringin. Lelaki berperawakan tinggi ini banyak disebut media sebagai sang Pelatih Sukses. Selain sering tampil di setasiun televisi terkenal, Pak Tung juga memiliki jadwal seminar yang padat. Bahkan dia menggunakan helikopter untuk pindah dari lokasi seminar satu ke sminar berikutnya. Tercatat dia sudah berbicara di depan 183.000 orang hanya dalam waktu 38 bulan terakhir.

Mantan pegawai BCA ini sangat dekat dan memberikan nasehat serta membantu mengubah hidup banyak orang, mulai dari anak petani sampai anak mantan presiden, mulai dari lulusan SD sampai doktor, dari presiden direktur sampai seorang artis papan atas.

Ucapan terimakasih yang tulus Dia terima karena berhasil meningkatkan penjualan mulai dari toko busana muslim di Tanah Abang, jaringan toko handphone, bengkel mobil, bank, agen properti dan lain-lain antara 100% hingga 200% hanya dalam waktu 6 bulan.

Sukses menerbitkan banyak buku dengan penjualan yang fantastis. Caranya yang unik dalam promosi bukunya selalu menyita perhatian dari banyak media. Seperti pada saat launching buku Financial Revolutions, dengan aksi sensasionalnya menunggang kuda di sepanjang jalan Sudirman dengan berpakaian ala Jendral Besar Sudirman sambil membawa poster buku. Tak heran jika bukunya yang terjual 10.115 eksemplar pada launching perdananya. Padahal cetakan pertama hanya dicetak sebanyak 10.000. Terpaksalah 115 orang harus rela menunggu hasil cetakan kedua.

Kisah Sukses penjualan bukunya yang demikian fenomenal membuat Museum Rekor Indonesia (MURI) menabalkan namanya sebagai Penulis Buku Inspirasional Pertama Financial Revolution di Indonesia yang penjualannya melebihi 10.511 exemplar pada hari pertama peredarannya


Kisah Perjalanan Tung Desem Waringin

Tatang Sutikno terdiam. Bisnisnya hancur, mengangakan utang. Anak ketiganya, Tung Desem Waringin, yang baru dilahirkan di Solo, 22 Desember 1967, tak mampu ia tebus dari rumah sakit. Uang sumbangan dari para saudara justru ia pakai untuk membayar utang. Selintas ia seolah ayah yang kejam. Namun, justru ia tengah memberi pelajaran pertama pada si orok. “Kita harus memegang janji. Walau tak punya uang, harus tetap bertekad membayar utang,” begitu Tung menirukan kata-kata ayahnya.

Syukur, mulai 1969 ayahnya mulai bangkit, punya toko emas. Ketika duduk di kelas 2 SD, Tung dan kedua kakaknya dipanggil sang ayah. “Kalau kita tak bisa jualan dengan baik, maka toko akan tutup, lalu kalian tak bisa sekolah, dan kita semua tidak bisa makan,” begitu pesan Tatang. Tung kecil amat sedih, membayangkan dirinya tidak makan, lalu mati.

Sejak itulah Tung mulai tertarik pada dunia marketing. Otaknya berpikir keras, bagaimana caranya orang bisa percaya seumur hidup dan toko berjalan terus. Ayahnya selalu bilang, “Kamu tak boleh nipu!” Itulah pelajaran kedua.

Jatuh-bangunnya usaha ayahnya membuat Tung terobsesi, suatu saat harus bisa membantu toko ayahnya meraih sukses. Juga membantu toko orang lain, agar tak terjadi hal yang sama dengannya. Itulah awal ia memberi perhatian bagaimana membantu supaya bisnis orang lain bisa jalan.

Namun, seperti juga usaha ayahnya, perjalanan sekolah Tung hingga kelas 2 SMA tidak mulus. Baru ketika kelas 3 SMA ia mulai sadar karena takut enggak lulus. Ia ingat nasihat ayahnya sejak kecil, “Kalau ingin sukses, bergaullah dengan orang sukses.” Ia pun ikut les kimia bareng para juara I sekolah lain. Akibatnya, ia paling lemah. Gurunya gemas. Tung terpacu, semua soal dari Skalu tahun 1965 – 1985, pelajaran kimia, matematika, fisika, minimal sudah empat kali ia kerjakan. Karenanya, ia hafal, dan nilai Ebtanas murninya cukup bagus.

Tung muda diterima di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, di Fakultas Ekonomi, jurusan Studi Pembangunan. Ia merasa salah jurusan, tidak happy. Lalu mendaftar ke Fakultas Hukum (FH) UNS jurusan Hukum Perdata. “Di sini saya fokus, determinasi one and only.”

Ia bertekad jadi nomor satu. Maka, ia menempel ke mahasiswa teladan. Ia dapat tiga resep. Pertama, indeks prestasi harus di atas 3. Kedua, harus aktif di lembaga kemahasiswaan agar menonjol dan sosialisasinya bagus. Ketiga, harus aktif ikut lomba karya ilmiah. Berkat tekad membara itu, berbagai gelar juara dalam perlombaan akademis berhasil diraihnya. Tak kurang 32 piagam kejuaraan ia kumpulkan, termasuk juara tenis meja dan juara panco.

Semangatnya untuk kuliah dengan baik juga ia tunjukkan. Sebelum kuliah, ia membaca empat buku acuan, padahal yang dianjurkan cukup satu buku. Saat kuliah, ia duduk di depan dan rajin bertanya. Dengan begitu dosen mengenalinya sebagai mahasiswa aktif dan pintar. Mulai semester awal nilainya sudah bagus. Kuncinya, ia adopsi dari mahasiswa teladan tahun sebelumnya, yang menyuruhnya mempelajari soal-soal ujian tahun-tahun sebelumnya. Dari mana ia dapat? “Dari karyawan tata usaha kampus, saya sogok makan gado-gado, ha-ha-ha ….”

Ketika tinggal skripsi, Tung menjadi salesman emas, yang ia ambil dari toko kakaknya dan dari pengusaha emas di Jakarta. Ia berkeliling dari toko ke toko, mulai dari Tayu, Jepara, Semarang, Salatiga, Ambarawa, sampai Pekalongan. Selagi asyik dengan emas, Tung terpilih jadi mahasiswa teladan UNS. Karena ia jarang kuliah, temannya menyindir, “Wah, teladan nih. Kalau semua mahasiswa meniru kamu, kampus kosong.”

Rahasia Tung menjadi yang terbaik rupanya sederhana, yakni keyakinan bahwa “Suatu kejadian negatif, jika diberi arti berbeda ,maka hasilnya jadi positif.” Ia memberi contoh, ketika ayahnya gagal berjualan emas, ia terpacu untuk piawai berjualan. Betul juga, Tung malah sukses menjadi salesman emas.

Lulus kuliah, begitu banyak ia mengirim lamaran. Namun, tak satu pun yang memanggilnya. Hanya Bank Central Asia (BCA) yang tertarik memanggilnya pada Agustus 1992. Dari 200 pelamar tersaring hanya delapan orang. Semuanya lulusan luar negeri, kecuali Tung. Ia langsung menjalani training di Jakarta. Di kelas, ia menonjol karena banyak bertanya, walau tak jarang pertanyaannya terlampau awam sehingga sering ditertawai seisi kelas. Ia tak perduli. Pada ujian minggu pertama nilainya tertinggi. Teman dan pengajar mulai respek. Akhirnya, ia menjadi lulusan terbaik.

Ia langsung dikirim ke BCA cabang Surabaya untuk membenahi 22 cabang pembantu (capem) yang hasil audit operasionalnya terburuk se-Indonesia. “Saya dikirim sebagai Tung ‘Rambo’ Waringin, karena tanpa anak buah, tanpa jabatan, tanpa kewenangan, dan dijatah dua tahun harus selesai,” kenangnya. Dengan gerak cepat, Tung cuma butuh waktu empat bulan untuk membereskannya. “Surabaya memperoleh hasil audit terbaik di seluruh Indonesia, dari nomor 20 ‘seketika’ jadi nomor satu.” Setelah itu cabang Kupang dan Malang ia bereskan. “Sampai hari ini Malang masih yang terbaik,” ungkapnya ketika ditemui awal September 2005 lalu.

Mengapa Tung begitu mudah membereskan persoalan bisnis?

“Kuncinya, manusia bergerak karena cari nikmat meninggalkan sengsara. Waktu saya menggerakkan manusia, peraturan tinggallah peraturan jika tidak disertai hukuman. Aturan tanpa punishment hanyalah imbauan.” Nah, Tung dengan keras menjaga peraturan, termasuk melakukan denda jika suatu unit melakukan kesalahan. Denda ditanggung karyawan dan pimpinan unitnya.

Tung bisa sehebat itu karena ia belajar terus. Sambil menunggu penempatan, ia tinggal di Jakarta, dan minta surat izin belajar ke divisi audit, sistem, treasury, keuangan, consumer banking, umum, dan sebagainya. “Mungkin saya satu-satunya orang yang paling lengkap pengetahuannya di BCA. Saya tak perlu tahu semua, yang penting saya tahu orang yang lebih tahu.” Resep kedua, ia belajar dari cabang yang hasil auditnya terbaik.

Ketika harus membuka cabang di Malang Utara, ia memulai semuanya dari nol, termasuk sewa ruko untuk kantor, bahkan karyawan. Di tangan Tung, kartu ATM bertumbuh cepat. Soalnya, ia mengiming-imingi nasabah dengan undian berhadiah mobil dan puluhan ponsel. Ia juga memberi uang insentif plus penyematan pin emas bertuliskan “Marketing Champion of BCA” pada karyawan yang menjaring banyak pelanggan.

Berkat kepiawaiannya, pertumbuhan kartu ATM di Kota Malang terbesar se-Indonesia, yakni 204.000. Selain itu, tingkat mati mesin ATM-nya terendah se-Indonesia. Saat memimpin Cabang Utama Malang, tahun 1998, BCA diambil alih pemerintah. Di kala semua cabang kehabisan uang, cabang Malang justru kebanyakan uang. Deposito membanjir.

Keberhasilan demi keberhasilan di BCA yang diraih Tung membuat 12 perusahaan mengincarnya. Ia tak terlalu tertarik. Namun, ketika tahun 2000 ayahnya sakit dan ternyata hasil jerih payahnya hanya cukup untuk membayar perawatan sang ayah di kelas 3 RS Mount Elizabeth, Singapura, ia merasa sedih. Tung menangis. Akhirnya, ia mengajukan surat pengunduran diri dari BCA Mei 2000 dan pindah ke Lippo Group.

Namun, di Lippo Shop, sebagai senior vice president marketing, ia tak cocok dengan pimpinannya. Februari 2001 ia mundur. Tung nekad mengikuti seminar Anthony Robbins di Singapura, meski biayanya AS $ 10.000. Untuk membayar, tanahnya di Malang ia jual.

Suami Suryani Untoro ini memulai karier barunya dengan langkah kanan. Ia berhasil menjadi salah satu murid terbaik Anthony Robbins dan terpilih sebagai Exclusive Indonesia Anthony Robbins Authorized Consultant. Ia juga menjadi murid Robert G. Allen, pakar marketing terkemuka dunia. Bahkan menjadi Exclusive Indonesia Robert T. Kiyosaki Authorized Consultant.

Sebagai konsultan, ia pertama kali menjadi pembicara tamu acara yang diselenggarakan Columbia Elektronik dan Furnitur di Gedung Koni Jakarta. Sayangnya, sound system seminar itu seadanya dan saat ia naik pentas, AC ruangan tiba-tiba mati. Terang saja ia diteriaki sekitar 1.000 peserta dan diminta supaya turun.

Ditantangnya Columbia untuk menggelar seminar gratis di Balai Sarbini. Gayung pun bersambut. Sekitar 4.300 orang hadir dalam seminar itu. Dampaknya, omzet penjualan Columbia bulan berikutnya naik 40%, bulan depannya lagi 30%.

Bukan hanya jadi pembicara publik, ia juga melayani konsultasi pribadi. Kliennya mulai dari anak petani sampai anak mantan presiden. Berbeda dengan konsultan lain, ayah dari Tung Waldo Kamajaya (7) dan Tung Alta Kania (4) ini “menyentuh” setiap orang dengan hati. “I do everything untuk mengubah orang. Dalam terapi, kalau perlu, ia saya pukul.”

Ia memacu orang untuk berani melakukan breakthrough, terobosan, baik personal maupun bisnis. Ia berhasil. Begitu banyak orang yang tadinya takut, menjadi berani. Dalam bisnis pun orang berani melakukan action, hingga meraih keuntungan berlipat ganda.

Tak cuma itu. Berkat “ilmu” yang diberikannya kepada orang-orang kepercayaan perusahaan, performa bisnis banyak perusahaan berhasil ia lipatgandakan. Memang, setelah hati dan pikiran disentuh Tung, orang seperti tersihir, dan tergerak untuk berubah lebih baik. Kekuatan motivasi yang dibangkitkannya mampu menyalakan keberanian seseorang untuk melawan rasa takut terhadap apa pun.

Ratusan ribu orang telah merasakan manfaatnya. Namun, ia lebih suka disebut pelatih sukses, karena, “Saya juga memberi langkah-langkah menuju sukses.” Wajar kalau di sela-sela waktunya memotivasi orang untuk sukses, ia juga dipercaya menjadi pengasuh acara “Smarth Wealth” di radio Smart FM dan kolumnis rubrik “Road to be Wealthy” di Majalah Warta Bisnis.

Salam Sukses!
follow twitter saya ya @inspirasi_mulia